Minggu, 26 Juli 2009

POHON PULAI SUPER DENGAN VOLUME TINGGI


Penulis : Riskan Effendi, Puslitbang Hutan Tanaman Bogor.
Pohon pulai dengan jumlah tujuh batang yang terdapat dalam satu pohon. Pohon tersebut ditemui di pinggir jalan menuju KHDTK Kemampo (Sumatera Selatan) yaitu pada ruas jalan raya antara Palembag – Jambi, berdekatan dengan Balai Penelitian Karet Sembawa Palembang.
Diameter batang pohon tersebut antara 20-35 cm. Tinggi batang bebas cabang bervariasi antara 10-15 m. Bentuk batang bulat. Dengan jumlah tujuh batang dan ukuran diameter tersebut diperkirakan volume pohon pulai tersebut itu sekitar 2,5 - 3 m3. Bila dalam satu hektar terdapat 400 pohon seperti diatas dengan jarak tanam 5x5 m, maka volume yang bisa dipanen lebih dari 1000 m3 per hektar. Ini adalah perkiraan maksimum yang dapat dicapai untuk jenis pulai ini. Namun demikian jenis pulai mempunyai potensi untuk menghasilkan volume sekitar 1000 m3 per ha.
Jenis pohon pulai merupakan salah satu jenis pohon yang mempunyai kemampuan untuk berbatang lebih dari satu dalam satu pohon. Bila dapat dihasilkan dalam satu pohon sebanyak 3 batang maka akan diperoleh 1.200 batang /ha untuk jarak tanam 5x5m atau sebanyak 1.875 batang dengan jarak tanam 4x4 m. Volume batang dengan diameter 30 cm dan tinggi bebas cabang 10 m adalah 0,424 m3. Volume per ha yang dapat dipanen setelah masak tebang menurut jarak tanam seperti tabel berikut:
No Jarak tanam Jumlah batang Volume
Per batang Volume
m3/per ha Keterangan
1 3x3 m 3.300 0,424 1.399 1. Satu pohon terdapat 3 batang
2. Vol. batang diameter 30 cm dengan tinggi batang bebas cabang 10 m = 0,424 m3
2 4x4 m 1.875 0,424 795
3 5x4 m 1.500 0,424 636
4 5x5 m 1.200 0,424 508
Angka-angka diatas merupakan perkiraan kasar dan belum dilakukan dalam praktek.Mungkin saja setiap pohon berisi dua batang. Dengan berbagai perlakuan dimungkinkan setiap pohon terdapat 2-3 batang. Ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tegakan pada hutan tanaman.
Jenis pohon pulai (Alstonia scholaris dan A.angustiloba ) merupakan salah satu jenis pohon asli Indonesia yang secara alami tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi , Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian. Nama yang digunakan untuk jenis ini antara lain pulai, gabusan, lame, pule, pale, (Jawa) goti, pelanik, pelawi, pulai, tuturan (Sumatera), kasidula, lingaru, loi, mantoti, talanggilala, tongkoya, rita (Sulawesi), angar, bintang, hange, leleko, puli (Maluku), bengus, jagera, setaka, susuh (Papua). Tumbuh pada ketinggian 1-1.230 m dpl, pada jenis tanah liat yang kering dan tanah berpasir dan pada lereng bukit berbatu dengan curah hujan tipe A dan C. Pohon pulai dapat mencapai tinggi 40 m dengan batang bebas cabang 25 m dan diameter 150 cm.
Pemanfaatan kayu pulai yang ringan dengan berat jenis 0,27-0,49 dan kelas kuat IV-V, kelas awet V (mudah diserang mikroorganisme dan serangga antara lain jamur biru dan bubuk kayu kering) diantaranya untuk kerajinan, ukiran kayu, wayang golek, hak sepatu, cetakan beton, topeng, pulp dan pensil slate. Kayu pulai mudah digergaji, diserut dan dibor baik dalam keadaan kering maupun segar, mudah dikeringkan dan diawetkan.
Hutan alam pulai saat ini sudah semakin menipis dan di beberapa tempat sudah sulit mendapatkan kayu pulai. Hutan tanaman pulai antara lain terdapat di Sumatera Selatan dengan pola hutan rakyat. Jarak tanam yang digunakan 2x3 m. Diharapkan masyarakat dapat menanam jenis pulai ini karena teknik budi dayanya telah diketahui.

Berbagai macam ukiran hewan yang dibuat dari kayu pulai
(lame) di Tangkuban Perahu. Harga ukiran Rp.20.000 sampai
Rp.100.000 tergantung besarnya ukiran.

Email: riskan51@yahoo.co.id

Selasa, 07 Juli 2009

Luas Kawasan Hutan Indonesia

1. Berdasarkan Penunjukkan kawasan hutan dan perairan 30 Provinsi & Paduserasi TGHK RTRWP luas = 126.976.577,28 Ha.
2. Penunjukkan kawasan hutan dan perairan 30 Provinsi & TGHK 3 Provinsi seluas 137.090.469,28 Ha.
3. Paduserasi TGHK dan RTRWP seluas 120,35 juta ha
Sumber: Eksekutif Data Strategis Kehutanan (2005 & 2006)

Taman Hutan Raya R. SOERJO, Taman Hutan Raya Model Indonesia

Oleh: Drs Triyono Prihatyanto*)

INDONESIA dikenal sebagai negara megabiodiversity karena memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baik ekosistem keanekaragaman jenis, plasma nutfah (sumberdaya genetik) maupun tingkat keunikan (endemisme.Kekayaan alam tersebut tersebar di berbagai wilayah baik dalam taman nasional, maupun dalam kawasan konservasi lainnya, dan salah satunya adalah taman hutan raya (Tahura) R. Soerjo.
Tahura R. Soerjo adalah salah satu kawasan pelestarian alam dan konservasi keanekaragaman hayati yang pada tahun 2001 oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ditetapkan sebagai ”Tahura Model Indonesia ”.
Tahura R. Soerjo berada di antara empat kabupaten (Malang, Pasuruan, Mojokerto dan Jombang) dan terletak tepat di tengah-tengah Provinsi Jawa Timur, melalui Kota Malang ke arah Batu hingga Cangar yang berjarak 38 km melalui jalan berliku dan berbukit Kota Malang dapat dinikmati dari daerah ini. Sedangkan dari Mojokerto melalui Pacet ke Cangar berjarak 30 km. Melalui Pandaan ke Tulungnongko yang berjarak 22 km, atau jika ingin mengunjungi lokasi wisata spiritual yang ada di Tahura ini dapat ditempuh dari Pandaan-Purwosari-Tambakwatu yang berjarak 16 km, dilanjutkan berjalan kaki sepanjang 22 km ke Pertapaan Abiyoso. Selain jalur tersebut, kawasan ini dapat ditempuh melalui Surabaya-Pandaan-Prigen dan Tretes dengan jarak 74 km. Sedangkan melalui Mojokerto-Pacet-Trawas-Prigen-Tretes berjarak 47 km.

Dasar Pengelolaan
Dasar pengelolaan Tahura R. Soerjo adalah sebagai berikut :
A. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 29 Tahun 1992 tentang Pembangunan Kelompok Hutan Arjuno Lalijiwo sebagai Taman Hutan Raya.
b. Keputusan Menteri Kehutanan No. 80/Kpts/ii/2001, tanggal 5 Maret 2001 tentang Penetapan Kelompok Hutan Arjuno Lalijiwo seluas 27.868,30 ha sebagai Kawasan Hutan Raya dengan nama Taman Hutan Raya R Soerjo.
c. Peraturan Daerah Jawa Timur No. 8 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Soerjo.

Potensi Kawasan
Dengan kawasan seluas 27.969,30 ha Tahura R. Soerjo merupakan salah satu tahura terluas di Indonesia. Memiliki berbagai potensi baik keindahan alam, jenis satwa dan tumbuhan hingga sumber air dan sejarah peninggalan zaman kerajaan masa lalu, potensi-potensi tersebut antara lain :
1. Pemandangan Alam
Alam pegunungan dengan berbagai hamparan dari hutan hingga perkebunan dan pertanian, merupakan keindahan tersendiri bagi pengunjung. Hawa dingin dan sejuk menambah suasana alami yang akrab jauh dari kebisingan kota yang menjenuhkan. Pengunjung dapat menikmati keindahan kawasan Tahura yang sebagian besar kawasan masih tampak asli. Alam pegunungan sangat terasa manakala melewati Gunung Welirang dan Gunung Arjuno, memiliki padang savana Lalijiwo yang terhampar hijau bagai permadani alam nan indah, juga terdapat Pondok Welirang yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung sebagai tempat istirahat setelah berjalan-jalan dan menikmati padang savana serta camping ground.
Selain keindahan alam obyek lain yang bisa ditemui adalah peninggalan sejarah masa lalu adalah Pertapaan Indrokilo dan Candi Sepilar dan Makutoromo, merupakan wisata budaya di Tahura R. Soerjo yang banyak diminati wisatawan yang menyenangi sejarah peninggalan nenek moyang di masa lalu.

2. Obyek Wisata Alam
Obyek Wisata yang dimiliki Tahura R. Soerjo ini sangat menarik karena unik, beragam jenisnya dan dapat memberikan rasa kesegaran dan kenyamanan, antara lain Lokasi Perkemahan di Pacet dan Cangar seluas 2 ha, terdapat pendopo yang biasa dipergunakan untuk latihan dalam pembinaan Pramuka dan Organisasi Pencinta Alam. Lima Kolam air panas terdapat di Cangar yang merupakan sumber air panas yang berasal dari Gunung Welirang. Air dengan uap belerang tersebut dipercaya oleh masyarakat dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit, serta dimanfaatkan sebagai terapi untuk menyehatkan tubuh, sehingga banyak wisatawan berkunjung ke daerah ini. Selain itu air panas tersebut disalurkan ke pondok dan Guest House di sekitarnya guna memberikan kenyamanan bagi pengunjung yang sedang menginap untuk merasakan kehangatan air belerang tahura. Goa Jepang terdapat di sekitar kolam tersebut. . Selain itu tersedia Aula tempat pertemuan yang dapat menampung sekitar 300 orang, serta tiga unit pondok wisata.
Obyek wisata alam lainnya yang tidak kalah indahnya adalah panorama puncak Gunung Welirang, dan kelompok hutan Arjuno Lalijiwo, di sini dapat dilihat pemandangan berupa benteng alam dari rangkaian pegunungan beserta lembahnya.
Di Tahura R. Soerjo terdapat 4 air terjun, yaitu Air Terjun Tretes di Kabupaten Jombang, Air Terjun Gumandar di Pasuruan, sedangkan dua lagi Air Terjun Puthuk Kursi dan Air Terjun Watu Ondo yang memiliki ketinggian sekitar 30 m itu terdapat di Kabupaten Mojokerto. Kedua air terjun tersebut kini banyak diminati wisatawan, di hari libur selalu penuh pengunjung, hal tersebut dikarenakan adanya kepercayaan air terjun dapat dimanfaatkan sebagai obat awet muda, dan dapat menghilangkan reumatik dan pegal-pegal.
3. Flora dan Fauna
Tahura R. Soerjo merupakan habitat salah satu satwa langka yang merupakan satwa nasional, yaitu Elang Jawa (Spizaetus bartelesi) serta burung lain yang juga dilindungi oleh undang-undang adalah Raja Udang Biru Jawa (Helvhyon cyanoventris), dan jenis Kutilang, Tekukur, Perkutut, Burung Madu, Kepodang, Burung Hantu, Ayam Hutan dan lain-lain. Sedangkan jenis kupu-kupu yang indah antara lain Kupu-kupu hijau (Omithoptera sp).
Jenis reptil yang ditemukan seperti Ular Sanca Kembang dan Sanca Merah, satwa lain adalah Kera Ekor Panjang, Kera Merah, Lutung, Biawak dan lain-lain. Beberapa tahun terakhir oleh petugas terlihat adanya Harimau Loreng, bahkan oleh pendaki telah ditemukan anak harimau. Sementara jejak Harimau Jawa juga ditemukan di tahura ini, dan saat ini sedang dalam penelitian dan pencarian tempat dimana harimau tersebut berada.
Kawasan tahura merupakan vegetasi jenis pohon Meranti yang sampai saat ini sedang dalam penelitian Litbang Kehutanan, Palm, Pinus dan beberapa pohon buah-buahan banyak dijumpai dalam kawasan ini. Beberapa jenis anggrek juga ditemukan, bahkan banyak ditemukan jenis tanaman hias dengan aneka warna bunga, dan salah satu jenis kini sedang banyak diburu para kolektor, dan tanaman tersebut sebagai bahan bonsai yang indah, dimana dalam pasaran dapat mencapai puluhan juta rupiah. Bunga abadi Edelweis juga terdapat di Tahura R. Soerjo ini, dan di bagian timur terdapat areal hutan bambu dengan bermacam jenis.
Disamping potensi-potensi tersebut, Tahura R. Soerjo memiliki 75 sumber air yang mengalir ke sungai Brantas, sedangkan salah satu pabrik pengolahan air mineral mengambil sumbernya yang berasal dari Gunung Arjuno dan Tahura R. Soerjo. Air tersebut juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di 43 desa di sekitarnya, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk dimanfaatkan dalam pembuatan kolam ikan dan pengairan di sawah serta ladang atau kebun milik petani.
Lahan di daerah penyangga pada umumnya subur, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan dan pertanian, seperti perkebunan Apel Khas Malang di sekitar Batu, sayur-sayuran dan aneka tanaman hias serta bunga potong untuk berbagai keperluan dekorasi interior di berbagai kota. Semua itu secara tidak langsung dapat menopang kehidupan dan perekonomian masyarakat di sekitarnya.

Tahura Model Indonesia
Direktorat Jenderal Perlin-dungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, menetapkan Tahura R. Soejo sebagai contoh pengelolaan tahura yang baik, yaitu sebagai Tahura Model Indonesia.
Sebagai Tahura Model Indonesia, Tahura R. Soejo memang memiliki kedudukan yang strategis, sebagai benteng alam yang berada tepat di tengah-tengah Propinsi Jawa Timur. *) Penulis adalah Pranata Humas Madya, Pusat Informasi Kehutanan, Dep. Kehutanan.

Minggu, 05 Juli 2009

Uni Eropa dan AS pernah Merusak Hutan

Uni Eropa dan AS adalah dua negara yang pernah merusak hutan secara lebih gila dibanding Indonesia. Beberapa spesies flora dan fauna di Eropa dan AS sudah atau nyaris punah. Ketika mereka merusak hutan, belum ada pihak yang memperingatkan mereka. Berdasarkan pengalaman buruk tersebut, sekarang mereka menyadarkan negara lain agar lebih hati-hati dengan hutan. Uni eropa, AS, dan Jepang sudah pernah menikmati perusakan hutan, dan sekarang mereka menikmati energi yang mengotori udara dengan CO2.*sumber:business news;2 juli 2009.

Jumat, 03 Juli 2009

Cagar Biosfer, GIAM SIAK KECIL-BUKIT BATU


Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau, ditetapkan sebagai Cagar Biosfer, melengkapi enam cagar biosfer Indonesia lainnya, yaitu cagar biosfer Gunung Leuser, Pulau Siberut, Cibodas, Tanjung Puting, Pulau Komodo, dan Lore Lindu.

Dengan ditetapkannya kawasan itu sebagai cagar biosfer, maka Giam Siak Kecil-Bukit Batu menjadi bagian World Network of Biosphere (WNBR) UNESCO yang terdiri dari 553 lokasi cagar biosfer di 107 negara pada 2009.

Inisiatif pembangunan cagar biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu itu berawal pada 2004, melibatkan Sinar Mas Forestry yang mengalokasikan sebagian area hutan produksinya seluas 72.255 hektare untuk tujuan konservasi secara permanen. Kawasan itu diubah menjadi koridor ekologi yang menggabungkan dua suaka margasatwa, Giam Siak Kecil dan Bukit Batu. Luas suaka margasatwa Giam Siak Kecil mencapai 84.967 hektare dan Bukit Batu, yang mencapai 21.500 hektare.

Cagar biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu dibagi menjadi tiga zonasi, yaitu zona inti (178.722 hektare), zona penyangga (222,425 hektare), dan zona transisi (304.123 hektare). Canecio Peralta Munoz, penasihat lingkungan dan stakeholder engagement Sinar Mas Forestry, mengatakan pihaknya tak akan mengutak-atik area hutan produksi yang telah diubah menjadi kawasan cagar biosfer, termasuk 35 persen area hutan mereka yang berada di zona inti.*Sumber:Tempo Interaktif.com

NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)



Pengembangan pemanfaatan jenis Nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat, karena tanaman ini memiliki manfaat ganda yaitu manfaat ekonomi dan manfaat ekologi. Manfaat ekonomis antara lain sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi dan sebagai sumber bahan baku energi alternatif, mengingat biji tanaman ini memiliki kandungan minyak yang dapat digunakan sebagai bahan bakar nabati. Sedangkan manfaat ekologis dari
Nyamplung yaitu tanaman ini mempunyai fungsi perlindungan ekosistem daratan dan perairan seperti menahan abrasi gelombang laut, pengendali intrusi air laut, dan memelihara kualitas air terutama air payau. Disamping itu tanaman nyamplung juga mempunyai potensi yang menjanjikan sebagai bahan obat-obatan.

Nyamplung atau sebagian masyarakat menyebutnya dengan Bintangur, umumnya tumbuh pada hutan dataran rendah, bahkan ada pula jenis yang tumbuh dekat laut. Tanaman ini umumnya menyukai tanah pasir berlempung (sandy loam). Struktur pohon rindang dan berukuran besar, bercabang banyak dan tinggi pohon bisa mencapai lebih dari 20 meter, dengan diameter batang pohon hingga 100 Cm.



Nyamplung mulai berbuah pada umur 7 tahun, biasanya pada bulan Juli hingga Desember. Buahnya berbentuk bulat berwarna hijau hingga kekuningan dengan diameter 2,5 - 3 Cm, menggantung pada tangkai buah. Buahnya akan jatuh bila telah masak.

Penyebaran Nyamplung di Indonesia meliputi berbagai wilayah pesisir pantai pulau-pulau di Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Sumatera. Tanaman ini dikenal dengan beberapa nama daerah seperti benaga, bintangur (Kalimantan), mentangur, penaga, punaga (Sumbar), dingkaren (Sulut), lingkaren, dunggala (Gorontalo), camplong (Timor), fitako (Ternate), hatau, hitaulo (Ambon).

Hasil Penelitian Minyak Nyamplung untuk Biodiesel.

1.Produksi biji kering per tahun sekitar 5-7 ton dengan jarak tanam 3 x 3,5 m2, setiap pohon menghasilkan 30-50 Kg biji (Friday dan Okano, 2005) dan kadar minyak berkisar antara 50-70%.

2. Proses yang sesuai untuk pengolahan minyak nyamplung menjadi biodiesel adalah proses EET yaitu esterifikasi-transesterifikasi. Dengan proses EET bilangan asam biodiesel dapat diturunkan dari 61,92 mg KOH/g menjadi 0,66 KOH/g. demikian pula kriteria lainnya seperti viskositas, densitas, angka setana, titik nyala, residu karbon, belerang, fosfor, gliserol total, sisa gliserol total dan kadar ester alkil semuanya memenuhi standar biodiesel SNI No. 04-7182-2006 dan ASTM D 6751.

3.Kelebihan lain biodiesel dari minyak nyamplung dibandingkan dengan minyak lainnya yaitu selain menghasilkan gliserin sebagai hasil sampingan (10%), juga menghasilkan stearin (coklat putih) sebesar 5%.


Proses Pembuatan Minyak Nyamplung.
Secara sederhana minyak nyamplung dapat diperoleh dengan cara memecah tempurung biji nyamplung yang telah tua dan diambil bagian dalamnya yang berwarna putih gading. Untuk mendapatkan hasil yang baik biji nyamplung sebaiknya direbus terlebih dahulu sebelum kemudian dijemur hingga kering dan selanjutnya diperas dengan alat pengepres hingga keluar minyaknya. Dari 2 Kg biji nyamplung dapat dihasilkan satu liter minyak nyamplung.

Teknik Budidaya

Tanaman Nyamplung dapat diperbanyak melalui cara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif dengan menggunakan biji yang sudah tua atau masak yang ditandai dengan biji yang sudah berwarna merah atau kuning, berbatok coklat dan sudah jatuh dari pohonnya. Sedangkan perbanyakan melalui cara vegetatif dilakukan dengan cara membuat stek cabang atau batang, dan dapat pula dilakukan dengan cara dicangkok.

Keuntungan lain dari pengembangan tanaman nyamplung sebagai bahan baku biodiesel di daerah pantai, selain menghasilkan biodiesel untuk para nelayan juga menghasilkan kayu yang keras dan tahan terhadap hempasan air laut. Hal ini menyebabkan para nelayan sejak lama telah menggunakan kayu tersebut sebagai bahan pembuat perahu dan dayung mereka.*Sumber:leaflet Nyamplung-Dephut(2007)

Rabu, 01 Juli 2009

CURIK BALI (Leucopsar rotchildi)


Oleh: Rudi Antoro
Curik Bali? Apa pula itu!! Mungkin banyak diantara kita tidak akrab dengan kata tersebut. Tapi pasti kita mengenal Jalak Bali. Ya, jalak bali adalah burung cantik berwarna putih dengan paduan warna biru di sekeliling mata dan ujung sayapnya. Burung yang nama ilmiahnya Leucopsar rotschildi ini banyak diminati kalangan penggemar burung karena kecantikan dan kelangkaannya. Bayangkan! di pasaran gelap burung ini bisa mencapai harga Rp 40 juta, sebuah angka yang fantastis untuk seekor burung.

Karena keberadaannya yang hampir punah itulah maka jenis burung ini dilindungi undang-undang. Populasi jalak bali di habitat alaminya, yaitu Taman Nasional Bali Barat, pernah mencapai jumlah terrendah pada 2005 yaitu hanya 5 ekor saja. Untuk itu Taman Nasional Bali Barat telah melepasliarkan 56 ekor tahun 2007 dan 34 ekor jalak bali hasil penangkaran/pengembangbiakan Mei 2009, untuk memulihkan populasi jalak bali di habitat alaminya. Kegiatan penangkaran terus dilakukan juga oleh masyarakat.
Semoga upaya ini berhasil….. mari lestarikan jalak bali.

MENHUT LEPASLIARKAN CURIK BALI KE HABITAT ALAMINYA


Menteri Kehutanan HMS Kaban didampingi Dirjen PHKA Darori, melepasliarkan 34 ekor curik bali hasil penangkaran, awal Mei silam. Pelepasliaran burung yang menjadi ikon pulau dewata ini, merupakan upaya untuk mencegah kepunahan satwa endemik Bali ini. Pelepasliaran dilakukan di dua lokasi yaitu Teluk Brumbun dan Kotal/Shorea, yang masih berada di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat.

Di habitat alaminya, curik bali mengalami ancaman kepunahan, populasinya terus menurun dari tahun ke tahun. Curik bali yang dikenal juga dengan nama jalak bali (Leucopsar rotschildi) yang dilepasliarkan ini merupakan burung hasil penangkaran di Taman Safari Indonesia, Yokohama Research Center Jepang dan penangkaran di TN Bali Barat.

Pada kesempatan itu Menhut mengatakan bahwa pelepasliaran curik bali hasil penangkaran ini merupakan wujud dari rasa tanggung jawab semua komponen. Namun upaya ini belum cukup, harus diperhatikan juga bagaimana agar kita bisa mengawasi dan menjaganya. Sehingga upaya penangkaran dan pelepasliaran yang telah dilakukan tidak sia-sia. Diingatkan Menhut bahwa kita juga harus dapat mengukur sampai sejauh mana upaya pelepasliaran ini bisa dikatakan berhasil. Artinya pada tingkat populasi berapa ancaman kepunahan curik bali ini dapat diatasi.

Pada kesempatan itu pula, kepada para pengelola kawasan wisata, MS Kaban meminta agar upaya pelestarian curik bali juga bisa dikemas menjadi sesuatu yang menarik bagi wisatawan, tanpa mengganggu keberadaan burung cantik ini dihabitatnya. Di sisi lain, masyarakat sekitar pun perlu dididik bagaimana melakukan upaya konservasi melalui penangkaran dan perizinannya.

Di akhir sambutannya Menhut berharap kepada para penangkar dan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), agar apa yang telah dilakukan selama ini dalam upaya melakukan konservasi bisa diketahui oleh dunia luar, sehingga dunia akan melihat kita sebagai masyarakat yang dapat melindungi dan menjaga kepunahan satwa langka.

Lebih jauh, upaya penangkaran dan pelepasliaran ini dimaksudkan pula untuk menekan harga curik bali di pasaran gelap. Menurut seorang peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Mas Noerdjito yang turut merancang penangkaran dan pelepasliaran curik bali ketika ditemui MKI di lokasi pelepasliaran di Brumbun, mengatakan bahwa di pasaran ilegal curik bali pernah mencapai harga Rp 40 juta per ekor. Diharapkan dengan adanya curik bali hasil penangkaran, masyarakat tidak mencari lagi di pasar gelap, karena curik bali hasil penangkaran dapat diperoleh dengan harga Rp 7,5 juta per ekor di pasaran resmi dan bersertifikat.

Sementara itu ketua APCB, Tonny Sumampaw, mengatakan bahwa saat ini terdapat sekitar 200 ekor curik bali yang ditangkarkan oleh aktivis pelestari satwa langka. Namun demikian APCB akan terus memperbanyak populasi curik bali melalui penangkaran dan pelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan habitat curik bali. Masyarakat akan dilatih bagaimanan tata cara menangkar dan mengurus perizinannya.

Curik bali merupakan jenis endemik Pulau Bali dengan daerah sebaran dan populasi yang terus menyusut. Secara alami jenis ini hanya dapat dijumpai di Taman Nasional Bali Barat dan Pulau Nusa Penida.

Populasi curik bali du habitat alaminya mencapai jumlah terendah pada tahun 2005. Ketika itu populasinya hanya 5 ekor. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya degradasi habitat, menyempitnya keragaman genetik dan gangguan beberapa jenis predator. Di samping itu, faktor yang paling dominan mempengaruhi populasi curik bali adalah perburuan dan perdagangan ilegal.

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan berbagai pihak. Oleh karena itu Departemen Kehutanan bekerjasama dengan APCB telah melakukan berbagai upaya untuk memulihkan populasi curik bali di habitat alaminya, antara lain dengan meningkatkan peran masyarakat dalam konservasi curik bali melalui upaya penangkaran. Hasil penangkaran, selain digunakan untuk membanjiri pasaran dengan tujuan menjatuhkan harga pasar curik bali, juga untuk dilepasliarkan kembali demi kepentingan pemulihan populasi di habitat alaminya.

Pelepasliaran yang dilakukan kali ini bukan untuk pertama kalinya, pada Desember 2007 Menteri Kehutanan telah melepasliarkan sebanyak 56 ekor curik bali di Teluk Brumbun dan Menjangan resort. Berdasarkan hasil pemantauan, burung yang dilepasliarkan ketika itu telah berkembang biak sebanyak 9 ekor. Namun 4 ekor mati karena dimangsa predator, sedangkan sisanya kembali bebas di habitat alaminya.

Lokasi pelepasliaran di Kotal yang dilakukan kali ini letaknya berada di antara Teluk Brumbun dan Menjangan Resort. Kawasan ini mempunyai persediaan air yang cukup untuk mendukung kehidupan curik bali. Diharapkan burung yang dilepas di lokasi ini dapat berinteraksi dengan rekan-rekan mereka yang telah dilepas terlebih dahulu, sehingga secara genetik akan terjadi rangkaian populasi baru dari Teluk Brumbun hingga Menjangan Resort. (rd)

UPAYA PENYELAMATAN CURIK BALI DI TN BALI BARAT





Jalak Bali atau dikenal juga dengan sebutan Curik Bali (Leucopsar rotschildi) merupakan satwa endemik pulau bali yang dilindungi undang-undang karena populasinya sangat langka. Karena kelangkaannya itulah maka harga di pasaran satwa ilegal sangat tinggi, sehingga memacu para pemburu liar berusaha menangkap burung cantik ini dari habitatnya. Untuk itu, Balai Taman Nasional Bali Barat melakukan berbagi upaya untuk menyelamatkan populasi dan mengamankan habitat Jalak Bali.

Berbagai upaya telah dilakukan agar Jalak Bali dapat survive di habitat alaminya yang merupakan satu-satunya di dunia yakni kawasan di TN Bali Barat. Upaya yang telah dilakukan di antaranya adalah melakukan pengamanan kawasan. Pengamanan dilakukan dengan cara melakukan patroli secara rutin yang dilakukan setiap hari oleh Polhut BTNBB. Di samping itu juga dilakukan patroli gabungan yang dilaksanakan sewaktu-waktu dengan melibatkan instansi lain yang terkait seperti Polisi Air, TNI-AL, KP3 Brimob yang berada di lingkungan Gulimanuk.

Upaya lain yang dilakukan adalah monitoring terhadap keberadaan Jalak Bali. Keberadaan Jalak Bali di habitat alaminya maupun di penangkaran selalu dimonitor oleh petuga PEH secara rutin setiap harinya. Kegiatan yang dilakukan adalah: ruang edar/home range, daya dukung habitat, penyesuaian pasca pelepasliaran, serta melakukan evaluasi perkembangan populasi Jalak Bali dengan maksud untuk mengetahui apakah jumlahnya bertambah atau mengalami penurunan.

Untuk menambah populasi di habitat alaminya, dilakukan upaya pelepasliaran Jalak Bali yang berasal dari hasil penangkaran. Jalak Bali yang akan dilepasliarkan harus dari pasangan yang produktif dan telah dilatih untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Agar Jalak Bali dapat bertahan di habitatnya, BTNBB telah melakukan pembinaan habitat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas habitat sehingga dengan kondisi habitat yang baik diharapkan Jalak Bali bisa bereproduksi. Tindakan yang dilakukan dengan cara mengendalikan semak belukar yang bila dibiarkan akan mengancam hamparan savana. Kondisi hamparan savana harus tetap terbuka karena savana tersebut merupakan habitat serangga yang merupakan makanan Jalak Bali. Apabila kondisi savana baik, maka sersnggs dapat hidup semakin baik dengan jumlah yang semakin banyak

Berbagai cara lain juga dilakukan dalam rangka pembinaan habitat Jalak Bali. BTNBB melakukan penanaman jenis tanaman yang menjadi sumber pakan Jalak Bali seperti jenis intaran, pilang dan dadap. Juga dilakukan pembuatan sarang atau gowok (nest box), dengan tujuan untukmempermudah Jalak Bali berlindung dan bersarang, serta meletakkan telur-telur hingga menetas.

Dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh para petugas TNBB, gowok-gowok buatan yang telah disediakan telah terisi oleh Jalak Bali yang telah dilepasliarkan. Gowok ini sengaja disiapkan untuk membantu proses perkembangbiakan. Hal ini dikarenakan Jalak Bali tidak dapat membuat sarang sendiri, bahkan di alam burung ini sangat mengharapkan bantuan dari jenis burung pelatuk serta lubang-lubang pohon baik pohon mati atau pohon yang tumbang.

Aktifitas perkembangbiakan Jalak Bali yang menggembirakan ini juga menjadi daya tarik wisata alam yang sangat potensial di Teluk Brumbun. Para turis sengaja datang ke Teluk Brumbun untuk mengamati aktivitas Jalak Bali. Biasanya mereka datang pagi mulai pukul 06.00 hingga 07.00. Para turis tersebut menyatakan kepuasannya dapat melihat aktivitas burung cantik Jalak Bali di habitat alaminya.

Selain penangkaran yang dilakukan di dalam kawasan TNBB, juga dilakukan upaya penangkaran eksitu. Kegiatan ini dikaitkan juga dengan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan. Masyarakat juga dilibatkan dalam upaya penyelamatan Jalak Bali dengan cara memberi kesempatan melakukan penangkaran yang dikoordinasikan dengan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB). (rd- sumber: TN Bali Barat)