Sabtu, 03 November 2012

Rabu, 18 Januari 2012

14 Species satwa Prioritas Terancam Punah

Indonesia dengan luas daratan  sekitar 1,3 % dari seluruh permukaan bumi, kaya akan berbagai species fauna dan flora dengan beragam tipe ekosistem, yang sebagian di antaranya tidak dijumpai di belahan bumi manapun. Tidak kurang dari 27.500 species tumbuhan berbunga (10% dari seluruh species tumbuhan berbunga di dunia), 515 species hewan mamalia (12 % dari seluruh species mamalia di dunia), 511 species hewan reptilia dan 270 species hewan amphibia. Khusus untuk jenis burung Indonesia menempati posisi ke empat dalam hal keanekaragaman  jenis,   yaitu   dari  9.052  jenis burung yang ada di dunia, 1.539 jenis atau 17 % di antaranya terdapat di Indonesia, dan 381 jenis atau 4 % merupakan jenis yang tidak terdapat ditempat lain kecuali di Indonesia (endemik).
Kekayaan biodiversitas tersebut tidak menjadi milik bangsa Indonesia saja, tetapi juga milik dunia, karena itu kita   mempunyai   tantangan   untuk   memastikan dan melestarikan berbagai spesies flora dan satwa liar lainnya agar tidak punah oleh proses pembangunan yang terus berjalan.
Dalam upaya penyelamatan dan pelestarian jenis fauna yang terancam punah, pemerintah telah menetapkan 14 (empat belas) spesies yang terancam punah yang dijadikan spesies prioritas utama untuk peningkatan populasi 3 % pada tahun 2010-2014. Keputusan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHKA) Nomor: SK.132/IV-KKH/2011 tanggal 8 Juli 2011.Species Prioritas

Jumat, 25 Februari 2011

RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L)

Pemerintah dan DPR RI
Bahas RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L)

Menteri Kehutanan dengan Komisi IV DPR RI melakukan rapat kerja pembahasan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L) di Jakarta, 7 Pebruari 2011.

Agenda Rapat Kerja tersebut antara lain : Penjelasan DPR atas RUU tentang P3L, Pandangan Presiden atau Pemerintah, Pengesahan Jadwal Acara Pembahasan, Pengesahan Mekanisme Pembahasan, dan Penyerahan DIM Pemerintah ke Komisi IV DPR-RI.

RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Presiden dengan surat Nomor LG.01.03/9456/DPR-RI/XII/2010 tanggal 23 Desember 2010. Presiden melalui surat Nomor R-05/PRES/01/2011 tanggal 12 Januari 2011 menugaskan Menteri Kehutanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Menteri Dalam Negeri, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama mewakili Presiden dalam membahas RUU tersebut bersama Dewan Perwakilan Rakyat.

Pandangan dan pendapat Presiden atas RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar merupakan rangkaian dan pembahasan Rancangan Undang-undang sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2004.

Bangsa Indonesia telah dianugerahi kekayaan sumber daya hutan berlimpah dan harus dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hutan Indonesia telah mengalami deforestasi dan degradasi luar biasa, akibat dari berbagai bentuk kejahatan kehutanan, terutama kejahatan pembalakan liar, baik berupa pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah maupun berupa penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

Pembalakan liar telah menjadi kejahatan luar biasa, terorganisasi, dan trans nasional. Dilakukan dengan modus operandi yang canggih. Sekarang modus operandi pembalakan liar yaitu pemodal menggunakan rakyat untuk membalak, membuka, dan menanam dengan tanaman-tanaman komoditi yang laku di pasaran dan kemudian dibeli dari rakyat oleh pemerintah yang bersangkutan. Kejahatan ini telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat, menimbulkan kerugian terhadap kelestarian hutan, kehidupan sosial, pertumbuhan ekonomi, menurunnya penerimaan negara, serta mendorong peningkatan pemanasan global.

Upaya menangani pembalakan liar belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini antara lain dikarenakan peraturan perundang-undangan yang ada belum secara tegas mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar. Oleh karenanya, agar penanganan pembalakan liar berjalan secara efektif, mencapai sasaran, dan memberikan efek jera kepada pelakunya, pemerintah sependapat dengan DPR RI untuk segera menetapkan Rancangan Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (RUU P3L).

Trend pembalakan liar dalam bentuk penggunaan kawasan hutan secara tidak sah diperkirakan akan terus meningkat, baik kualitas maupun kuantitasnya. Pemerintah berpendapat, muatan materi RUU P3L tersebut, harus diperluas, tidak hanya memuat norma tentang pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah, tetapi juga memuat norma pencegahan dan pemberantasan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

Pemerintah mempunyai pandangan yang sama dengan DPR RI, menyangkut materi pencegahan, norma larangan, sanksi, pendanaan, serta pokok-pokok materi lainnya. Namun demikian pemerintah berpendapat masih perlu dilakukan berbagai penguatan norma larangan dan sanksi, harmonisasi dengan undang-undang terkait, pengembangan insentif, maupun penyempurnaan narasi agar tidak menimbulkan multitafsir.

Pandangan dan pendapat pemerintah yang diwakili Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan secara lebih rinci disampaikan kepada Komisi IV DPR RI dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).Sumber:Sipers-Pushumaskemenhut/7 Pebruari 2011.

Sabtu, 19 Februari 2011

STRATEGI REHABILITASI HUTAN RAWA GAMBUT TERDEGRADASI

Oleh: Dony Rachmanadi dan Dian Lazuardi*

Pemanfaatan hutan rawa gambut yang dilakukan secara tidak bijaksana akan membentuk tipe-tipe hutan rawa gambut yang berbeda. Tipe-tipe tersebut secara umum terdiri dari areal bekas tebangan (areal perusahaan), areal belukar rawa gambut, areal pakis-pakisan. Pengelompokkan tersebut menjadi lebih spesifik dengan terjadinya kebakaran hutan dan lahan dimana terdapat areal yang tidak terbakar, terbakar sekali, dan terbakar beberapa kali. Tipe-tipe lahan tersebut tentunya memerlukan manajemen yang berbeda dalam usaha rehabilitasinya. Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan berbagai cara antara lain : penanaman pada lahan kosong, penanaman perkayaan, pemeliharaan permudaan alam, dan perlindungan areal dari bahaya kebakaran.

Darmawijaya (1997) dalam bukunya mengenai klasifikasi tanah menyebutkan bahwa tanah gambut diklasifikasikan berdasarkan tingkat dekomposisi/bahan organik, susunan kimia, cuaca pembentukannya, susunan bahan analisa, dan faktor pembentukan. Berdasarkan tingkat dekomposisi/bahan organik gambut dibedakan atas fibrik, hemik dan saprik. Berdasarkan susunan kimia dibedakan atas eutrol mesotrof dan oligo/ro! Berdasarkan cuaca pembentukannya, gambut dibedakan atas supra aquatic dan intra aquatic. Berdasarkan susunan bahan analisa, gambut dibedakan atas sedimentary peat, .fibrous peat dan woody peat. Sedangkan berdasarkan faktor pembentukan, gambut dibedakan atas gambut ombrogen, gambut topogen dan gambut pegunungan. Istilah tanah gambut hanya digunakan pada lahan dengan luas endapan paling kecil 1 ha dan memiliki ketebalan lebih dari 50 cm.

Hutan rawa gambut mempunyai fungsi penting yaitu penyimpanan air untuk mencegah terjadinya banjir dan sebagai daerah tangkapan air, penyangga dari intrusi air laut, menyaring polutan yang dapat menyebabkan degradasi pada danau, sungai dan air bawah tanah, menyediakan produk kayu dan non kayu, dan menyediakan habitat bagi satwa.

Peranan penting dari rawa gambut yang lain adalah sebagai penyimpanan karbon. Vegetasi semi lapuk menyimpan karbon dalam jumlah yang banyak dan mencegahnya lepas ke atmosfer sebagai karbondioksida, penyebab pemanasan global. Sekitar 15% total karbon yang disimpan di lahan gambut dapat ditemukan di rawa gambut tropis. (Tan Cheng Li, 1997).

Fungsi penting hutan rawa gambut mudah hilang karena sifat ekosistem rawa gambut yang rapuh, untuk itu semua usaha memanfaatkan ekosistem tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Sifat tersebut terbentuk karena karakteristik gambut yang khas, dimana gambut merupakan tanah yang tersusun sebagian besar dari bahan organik yang melapuk tidak sempurna karena kondisi yang anaerobik.

Areal bergambut di dunia diperkirakan mencapai 420 juta ha s/d 500 juta ha. Di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan gambut seluas 17 juta ha. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang mempunyai cadangan gambut terbesar ke-empat di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat (Rismunandar, 2001).

Menurut Soepraptohardjo dan Driessen (1976), penyebaran lahan gambut di Indonesia adalah sebagai berikut, Pantai Timur Sumatera (9,7 juta ha); Kalimantan (6,3 juta ha); lain-lain (1,3 juta ha).Melihat potensi dan arti penting hutan rawa gambut maka sudah semestinya potensi tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Untuk menjamin pemanfaatan hutan rawa gambut baik yang sudah terlanjur rusak atau masih baik dapat berlangsung secara lestari maka perlu ditunjang dengan hasil-hasil penelitian.

Diharapkan juga kondisi hutan rawa gambut yang telah rusak dapat direhabilitasi sehingga memiliki produktivitas yang baik.

Tipe Lahan Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Beberapa tipe lahan yang akan membedakan jenis pengelolaan pada setiap tipe, yaitu :

1.Areal bekas tebangan (logged-over area) yaitu areal bekas tebangan baik perusahaan maupun masyarakat, pada areal ini masih ditemukan vegetasi pada berbagai tingkat pertumbuhan (semai, sapling, tiang dan pohon). Areal ini dibatasi merupakan areal yang tidak pernah terbakar. Secara lebih rinci areal ini dibagi lagi ke dalam :

- Areal tak terganggu: merupakan areal yang tidak terganggu tebangan. Areal ini terletak diantara ruang-ruang terbuka sekitar tunggak. Vegetasi dalam stratifikasi masih utuh.

- Areal sekitar tunggak tebangan: merupakan areal terbuka akibat penebangan pobon. Baik pohon yang dipanen maupun pohon-pohon lain yang tumbang akibat kegiatan pemanenan. Semakin banyak pohon ditebang semakin luas areal ini. Pada areal ini, pennudaan alami jenis-jenis kanopi utama, baik dari segi jumlah maupun tingkat perkembangannya, umumnya memadai untuk mengganti pohonpohon yang tumbang.

- Areal bekas jalan sarad merupakan areal terbuka sepanjang jalan sarad. Keterbukaan kanopi pada jalan sarad ini sangat kecil (lebar < 2 m), karena penyaradan di hutan rawa gambut umumnya menggunakan sistem manual.

- Areal kiri-kanan rel merupakan areal terbuka yang secara bertahap bertambah sesuai dengan umur pakai reI. Kayu-kayu yang digunakan sebagai bantalan rel harus diganti secara periodik. Pengganti kayu bantalan tersebut berasal dari sepanjang jalan rel. Sebagai contoh : dalam 2 tahun penggunaan jalan, di sepanjang jalan terjadi pembukaan 100 m kiri-kanan rel.

Pada tipe lahan ini kegiatan rehabilitasi yang dilakukan adalah : Tabel. 1


2.Areal belukar rawa gambut, yaitu areal yang didominasi belukar. Umumnya areal ini tidak memiliki tingkat pertumbuhan vegetasi yang lengkap. Areal ini dibedakan atas areal yang terbakar dan tidak terbakar tetapi pada umumnya kejadian kebakaran tidak terjadi secara berulang-ulang.Tabel 2

3. Areal pakis-pakisan, yaitu areal yang didominasi pakis-pakisan dan sudah tidak terdapat lagi vegetasi berkayu. Pada areal ini umumnya terjadi kebakaran secara berulang. Pada areal ini sangat sulit untuk dilakukan penanaman. Usaha penanaman harus diikuti dengan usaha penataan areal secara fisik seperti pembuatan saluran drainase, bioremediasi dan aplikasi bioteknologi.

Uji Coba Penanaman

Penanaman sebagai salah satu usaha rehabilitasi hutan rawa gambut harus didahului dengan penelitian uji jenis untuk mengetahui jenis-jenis tanaman yang dapat bertahan hidup pada lahan yang telah terdegradasi tersebut. Penelitian tersebut juga diikuti dengan perbaikan tindakan silvikultur agar dihasilkan produktivitas yang optimal.

Adapun jenisjenis tanaman yang dapat digunakan dalam rehabilitasi hutan rawa gambut berdasarkan hasil uji jenis dapat dilihat pada Tabel.3.

Faktor kritis lain dalam usaha penanaman pada hutan rawa gambut adalah genangan air dan sifat tanah gambut yang sangat porous. Untuk mengatasi permasalahan genanga air dilakukan kegiatan uji coba penanaman pada waktu yang berbeda yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan dimana diketahui penanaman jenis blangeran rnenunjukkan hasil yang memuaskan pada waktu tanam di akhir musim hujan.

Teknis penanaman dengan membuat guludan dan menggunakan bumbung bambu juga bisa dilakukan akan tetapi akan sulit di aplikasikan pada skala luas. Sedangkan permasalahan tanah gambut yang sangat porous sehingga perakaran tanaman tidak menyatu dengan baik rnaka teknis penanaman dilakukan dengan pemadatan gambut dengan cara mencacah dan memadatkan gambut pada lubang tanam. Cara ini ternyata juga sangat berpengaruh terhadap persentase hidup tanaman di lapangan.

Rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi harus dilakukan secara komprehensif dan terarah. Pada lahan rawa gambut yang sangat spesifik dimana variasi kondisi lahan sangat besar maka harus dilakukan pengelompokan-pengelompokan lahan yang nantinya akan berbeda dalam pengelolaannya. Salah satu manfaat pengelompokan tersebut adalah dipastikannya jenis yang tepat ditanam pada lahan yang tepat pula. Usaha yang tidak kalah penting dalam rehabilitasi adalah perlindungan areal baik dari aktivitas manusia yang merugikan rnaupun bahaya kebakaran dimana usaha ini akan lebih maksimal bila masyarakat setempat dapat berperan aktif dalam usaha rehabilitasi. *Peneliti Pertama pada Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.