Rabu, 11 November 2009

PEMANFAATAN KAYU KARET


Pendahuluan
Karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon penghasil getah karet yang banyak ditanam di perkebunan. Saat ini tanaman karet rakyat telah berkembang, bahkan tanaman gerhan banyak yang memilih karet sebagai pilihannya. Karet selain diambil getahnya sebagai bahan baku industri lateks yang potensial, juga kayunya dimanfaatkan sebagai bahan baku plywood. Disaat industri mengalami kekurangan bahan baku dari hutan alam, kayu karet merupakan salah satu jenis alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.
Sebagai tanaman hutan, karet juga dapat menjadi tanaman alternatif bagi hutan tanaman industri (HTI). Selama ini hanya satu persen dari konsesi HTI yang dimanfaatkan untuk karet. Padahal, nilai ekonomis karet sangat tinggi, bukan saja lateksnya, tetapi juga kayunya ketika tanaman sudah tidak produktif lagi. Kayu karet cukup mahal harganya karena teksturnya sangat bagus.
Ciri-ciri Anatomi Kayu Karet
l Kayu karet gergajian yang berasal dari dolok yang baru ditebang berwarna keputih-putihan. Keadaan tersebut cepat mengalami perubahan warna menjadi berwarna coklat muda agak kepirang-pirangan, sedangkan kayu gubalnya berwarna putih.
l Tidak memiliki batas yang jelas antara kayu gubal dan kayu teras.
l Kayu karet berserat lurus dengan tekstur beragam dari agak kasar dan rata.
l Pada bagian yang berdekatan dengan mata kayu , serat kayu sering berpadu (interloked grain) sehingga dalam pengolahan diperlukan ketelitian dan peralatan yang sangat tajam agar tidak cacat berupa serat berbulu dan serat patah. Lingkaran tumbuh tampak jelas, karena warna kayu awal yang lebih terang dari kayu akhir. Pori nampak dengan mata biasa atau kelompok dalam deretan radial 2-4, tersebar rata (1-2 per mm).
l Jari-jari kayu halus atau kadang-kadang agak lebar, kelihatan dibawah lup sebagai garis radial berwarna lebih terang dari kayu sekelilingnya dalam jumlah yang cukup banyak (8-10 permm).
l Parenchim matatracheal tampak jelas sebagai pita konsentrik sejajar dengan lingkaran tumbuh. Jumlah pita parenchim bertambah dari kayu awal ke kayu akhir.

Sifat Fisik Mekanis
l Kayu agak lunak dan mempunyai bau yang khas
l Mudah dikerjakan terutama dibelah, dapat digergaji tanpa menimbulkan kesulitan dan mudah diserut sampai halus, tetapi mempunyai kecenderungan untuk pecah jika dipaku.
l Papan yang tebalnya sampai 2,5 cm akan menjadi kering udara dalam waktu kira-kira 2 bulan jika dikeringkan dibawah atap. Dalam masa pengeringan kayu karet mudah timbul cacat seperti bengkok, pecah atau menggelinjang.
l Untuk menghidari serangan bubuk kayu basah dan jamur biru (blue stain), papan yang akan dikeringkan sebaiknya dicelupkan dahulu dalam larutan obat.
l Kayu karet yang tidak diawetkan dan dipasang di tempat yang selalu berhubungan dengan tanah lembab mudah diserang rayap tanah dan jamur pelapuk.
Pencegahan sementara terhadap kayu karet yang baru ditebang/digergaji dapat dilakukan dengan cara meleburkan atau mencelupkan ke dalam larutan pestisida (Copper-8, TCMTB/MTC, MBT, TCMTB + Boraks, TCMTB + decamethrin).
Kayu Karet & Revitalisasi
Besarnya kapasitas terpasang industri perkayuan di Indonesia saat ini tidak seimbang dengan kemampuan sumber daya hutan dalam memasok sumber bahan baku kayu. Berkurangnya potensi tegakan dan luas kawasan hutan yang diakibatkan oleh perambah dan penjarahan hasil hutan berupa kayu bulat menyebabkan industri perkayuan di Indonesia harus melaksanakan restrukturisasi mesin-mesin produksi mutakhir, guna efisiensi bahan baku kayu dari hutan alam.
Dalam rangka revitalisasi industri kehutanan, beberapa perusahaan menilai, bahwa ketergantungan sumber bahan baku dari hutan alam harus segera diganti dengan sumber bahan baku yang berasal dari hutan tanaman, hutan rakyat, kayu rakyat, hal ini dilakukan agar industri tetap bertahan dan tidak terjadi pengurangan bahkan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan.

Berbagai upaya yang dapat ditempuh oleh perusahaan industri kehutanan antara lain melalui efisiensi penggunaan mesin dan penggantian sumber bahan baku yang berasal bukan dari hutan alam.

Potensi Kayu Karet

Potensi kayu karet di Indonesia sangat besar, Indonesia merupakan negara dengan kebun karet terluas di dunia, mengungguli Thailand dan Malaysia. Luas perkebunan karet di Indonesia menurut jenis pengusahaannya sampai tahun 2000 mencapai luas areal 3.742.1843 ha, yang terdiri dari perkebunan rakyat 3.201.072 ha, negara 238.137 ha, perusahaan swasta 302.975 ha juta hektar. Sebagai contoh di Provinsi Sumatera Selatan, menurut data pada Dinas Perkebunan Sumatera Selatan tahun 2004, luas perkebunan karet yang ada mencapai 900.000 hektar. Luasan ini merupakan lahan karet terluas di seluruh Indonesia. Sekitar 129 ribu hektar diantaranya merupakan lahan karet yang sudah tua dan tidak produktif lagi.
Potensi kayu yang ada dari kayu karet tua yang perlu diremajakan sekitar 6,5 juta m3. Sedangkan peremajaan normal yang dilakukan per tahun umumnya sekitar 4% dari luas kebun karet yang ada atau sekitar 36.000 hektar. Dengan asumsi per hektar menghasilkan 50 m3 kayu, maka kayu hasil peremajaan ini bisa menghasilkan 1,8 juta m3 kayu karet yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku industri kayu.

Potensi sebesar ini dapat menjamin kesinambungan pasokan bahan baku industri kayu dengan bahan baku kayu karet sebagai substitusi kebutuhan bahan baku kayu yang berasal dari kayu rakyat dan perkebunan.

Penggunaan bahan baku kayu karet atau kayu lainnya dari lahan masyarakat merupakan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Masyarakat akan terbantu karena terbukanya lapangan kerja baru di samping terbantu juga dalam meremajakan tanaman karet serta mengurangi resiko pembakaran lahan/kebun.

Dari sisi perusahaan, pasokan kayu akan terjamin dan terbukanya peluang untuk mengembangkan hutan kemasyarakatan.



Kayu karet selain dimanfaatkan untuk bahan baku industri kayu berupa veener, juga masyarakat dapat mengolah kayu karet menjadi meubel dan peralatan rumah tangga. Dengan memanfaatkan kayu karet sebagai bahan baku alternatif, maka ketergantungan terhadap hutan produksi alam sebagai penghasil kayu dapat dikurangi, dengan demikian kita telah memberi kesempatan kepada hutan alam untuk memulihkan fungsi dan kemampuannya secara optimal.µSumber:LEaflet Pemanfaatan kayu karet, Pusat Informasi Kehutanan, 2007.

Senin, 09 November 2009

POPULASI ORANGUTAN


Indonesia memiliki dua jenis orangutan yaitu jenis Sumatera (Pongo abelii) dan jenis Kalimantan (Pongo pygmaeus). Populasi kedua jenis orangutan tersebut diperkirakan berjumlah lebih dari 61 ribu ekor, lebih dari 54 ribu ekor jenis Kalimantan dan lebih dari 6 ribu ekor jenis Sumatera.
Untuk jenis Kalimantan, Indonesia memiliki tiga sub species orangutan Kalimantan, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus di Kalimantan Barat, Pongo pygmaeus wurmbii di bagian Selatan dan Barat daya Kalimantan, dan Pongo pygmaeus morio dari Sabah menyebar ke Selatan sampai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.

Rabu, 04 November 2009

DATA LUAS KAWASAN HUTAN


Data luas kawasan hutan 137.090.468,18 Ha merupakan hasil perhitungan dari total luasan kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan (sebanyak 30 propinsi) dan berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (sebanyak 3 propinsi).Sumber:Statistik Planologi Kehutanan Tahun 2008.