Tampilkan postingan dengan label Fauna. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fauna. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 Januari 2012

14 Species satwa Prioritas Terancam Punah

Indonesia dengan luas daratan  sekitar 1,3 % dari seluruh permukaan bumi, kaya akan berbagai species fauna dan flora dengan beragam tipe ekosistem, yang sebagian di antaranya tidak dijumpai di belahan bumi manapun. Tidak kurang dari 27.500 species tumbuhan berbunga (10% dari seluruh species tumbuhan berbunga di dunia), 515 species hewan mamalia (12 % dari seluruh species mamalia di dunia), 511 species hewan reptilia dan 270 species hewan amphibia. Khusus untuk jenis burung Indonesia menempati posisi ke empat dalam hal keanekaragaman  jenis,   yaitu   dari  9.052  jenis burung yang ada di dunia, 1.539 jenis atau 17 % di antaranya terdapat di Indonesia, dan 381 jenis atau 4 % merupakan jenis yang tidak terdapat ditempat lain kecuali di Indonesia (endemik).
Kekayaan biodiversitas tersebut tidak menjadi milik bangsa Indonesia saja, tetapi juga milik dunia, karena itu kita   mempunyai   tantangan   untuk   memastikan dan melestarikan berbagai spesies flora dan satwa liar lainnya agar tidak punah oleh proses pembangunan yang terus berjalan.
Dalam upaya penyelamatan dan pelestarian jenis fauna yang terancam punah, pemerintah telah menetapkan 14 (empat belas) spesies yang terancam punah yang dijadikan spesies prioritas utama untuk peningkatan populasi 3 % pada tahun 2010-2014. Keputusan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHKA) Nomor: SK.132/IV-KKH/2011 tanggal 8 Juli 2011.Species Prioritas

Jumat, 18 Februari 2011

PENANGKARAN RUSA TIMOR

(Cervus timorensis)

Pendahuluan

Rusa timor (Cervus timorensis) merupakan salah satu rusa asli Indonesia dan termasuk satwa yang dilindungi (PP No. 7 Tahun 1999). Rusa timor memiliki keunikan tersendiri dibanding rusa lainnya. Rusa ini diketahui memiliki banyak anak jenis dengan pemberian nama lokal disesuaikan dngan nama daerahnya, misalnya di Jawa dikenal dengan nama rusa Jawa, di Timor bernama rusa Timor, di Sulawesi dengan nama Jonga dan di Maluku dengan nama rusa Maluku. Nama rusa Timor merupakan nama yang umun dipakai dan disepakati sebagai nama nasional. Rusa timor memiliki wilayah penyebaran di Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. Rusa Timor merupakan rusa tropis terbesar kedua dengan berat antara 40 - 120 kg.

Rusa dapat dimanfaatkan antara lain daging, tanduk dan kulitnya. Daging rusa (venison) banyak disukai karena dagingnya berserat halus dan mengandung lemak hanya 0,33% (sapi 18,9%) dan kolesterol rendah hanya 74 mg/kg (sapi 95 mg/kg) serta memiliki rasa yang spesifik. Di Korea, China, dan Barat ranggah muda (velvet antler) dimanfaatkan sebagai racikan obat tradisional untuk penambah mineral dan vitalitas bagi tubuh, selain itu juga dipercaya dapat membantu mempercepat penyembuhan luka, menurunkan keluhan rematik, dan memperlambat proses osteoporosis. Menurut hasil analisa ranggah muda mengandung gugus polyamines yang dapat meningkatkan sintesa protein seperti yang terdapat dalam hati dan beberapa gugus phosphor dan glycolipid yang dapat mempengaruhi tekanan darah (Semiadi dan Nugraha, 2004). Kulit rusa banyak dimanfaatkan untuk bahan kerajinan tangan misalnya untuk dompet, tas, jaket, dan lain-lain. Kulit rusa hasil ternak diketahui mempunyai kualitas ketebalan dan kelenturan yang lebih bagus dari hewan ternak lainnya.

Model Penangkaran

Hal tehnis paling utama yang perlu diperhatikan dalam membangun penangkaran rusa timor adalah pemilihan lokasi. Lingkungan penangkaran sebaiknya tenang, aman dari serangan predator, dan mudah dijangkau. Lokasi penangkaran sebaiknya tersedia air sepanjang tahun, untuk mencegah rusa timor mengalami stress terutama apabila rusa tersebut masih tergolong liar. Lokasi sebaiknya juga mempunyai kondisi permukaan tanah yang tidak berbatu dengan topografi rata sampai bergelombang ringan, serta tersedia pohon/semak peneduh atau tempat berteduh buatan. Lebih baik lagi jika di sekitarnya terdapat lapangan rumput atau terdapat areal sumber pakannya.

Model penangkaran yang digunakan antara lain dapat berupa:

1.Kandang biasa

Kandang biasa yang dimaksud misalnya kandang panggung atau seperti kandang kambing. Ukuran kandang untuk satu individu adalah 1,5 x 2 m. Dinding dan lantai kandang dapat menggunakan bahan dari bambu atau papan dan atap dari alang-alang. Biasanya model kandang biasa digunakan untuk penangkaran skala kecil yaitu untuk 2 pasang.

2.Kandang permanen

Dinding menggunakan batako atau bata dengan tinggi 1,5 m yang diatasnya dipasang kawat harmoni dan kawat duri setinggi 1,5 m serta lantai dibiarkan berupa tanah urug. Luasan total kandang disesuaikan dengan luas lahan, biasanya di bawah 1 ha, dan dapat digunakan untuk rusa dengan jumlah maksimal dibawah 10 ekor.

3.Padang umbaran (Ranch)

Pada model ini, rusa dilepaskan dalam areal terbuka yang sekelilingnya dipagari kawat harmoni atau pagar bambu. Luas lahan disesuaikan, namun idealnya 10 ekor rusa membutuhkan luas 1 ha (Garsetiasih dan Takandjandji, 2007). Dalam ranch sebaiknya ditanami rumput unggulan sebagai sumber pakan.

Model penangkaran dengan ranch membutuhkan prasarana lain:

a.Bangunan peneduh/shelter

Digunakan sebagai tempat berteduh dari hujan karena mempunyai dinding atau atap saja. Atap dapat berupa alang-alang, rumbia, asbes atau seng. Bangunan ini dibuat apabila dalam ranch tidak terdapat atau kurang pohon dan semak-semak untuk berteduh.

b.Tempat minum dan pakan

Tempat minum dapat berupa bak yang terbuat dari bata/batako yang dilapisi semen berukuran 100 x 50 x 30 cm yang dibenamkan dalam tanah atau juga dapat berupa kolam yang dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Rusa memerlukan air selain untuk minum juga untuk berkubang. Tempat pakan dibuat apabila pakan dalam kandang/ranch kurang mencukupi sehingga perlu tambahan dari luar. Tempat pakan dapat berupa kotak yang terbuat dari papan atau bambu, disusun rapat dengan ukuran 200 x 50 x 30 cm atau berbentuk segi 6 ukuran 50 x 75 dan tinggi 30 cm dari permukaan tanah.

c. Areal pengembangan pakan

Areal pengembangan pakan merupakan sarana dan prasarana yang sangat penting karena pakan diperlukan rusa untuk berproduksi dan berkembangbiak. Dalam areal ini dapat ditanam beberapa jenis hijauan yang diperlukan rusa misalnya berbagai jenis rumput. Luas lahan yang diperlukan untuk 11 ekor rusa adalah seluas ± 0,3 Ha. Hal ini dilihat dari jumlah pakan yang dikonsumsi seekor rusa dewasa yaitu 4 - 5,7 kg/individu/hari (P3HKA,2004) dengan jumlah rata-rata produksi pakan dalam 1 ha. Rata-rata produksi pakan pada setiap daerah berbeda, hal ini tergantung kondisi tanah, iklim, jenis tanaman pakan serta pemeliharaannya. Untuk pakan jenis rumput unggul misalnya rumput gajah dapat menghasilkan 100 - 200 ton/ha/tahun (Rukmana, 2005). Sedangkan menurut Takandjandji dan Sutrisno (2006) di wilayah NTT yang kondisi iklim relatif kering, produksi pakan pada areal 1 ha menghasilkan rata-rata 135 kg/ha/ tahun. Areal pengembangan pakan ini perlu dilakukan pemeliharaan yang intensif agar kualitas dan kuantitas tetap terjaga. Pemeliharaannya yaitu dengan melakukan penyiangan dan pendangiran setiap 3 - 4 kali dan pemupukan 1-2 kali dalam setahun.

d.Kandang perawatan

Kandang perawatan adalah kandang kecil berbentuk lonjong atau berbentuk persegi dengan ukuran 10 m x 10 m yang tertutup rapat berdinding papan, beratap seng atau rumbia serta berlantai semen atau biasa disebut yard kemudian di dalamnya dipasang kandang jepit. Kandang perawatan dapat digunakan untuk merawat rusa bunting, anak rusa, rusa sakit, rusa melahirkan, atau untuk memeriksa kesehatan rusa.

Teknik Pemeliharaan

Beberapa hal utama yang perlu diperhatikan dalam memelihara rusa Timor yaitu teknik pemberian pakan, cara pengelompokkan, pemeriksaan kesehatan rusa dan pengelolaan perkembangbiakan rusa.

1.Teknik pemberian pakan

Pemberian pakan dapat dilakukan dengan membiarkan rusa merumput (grazing). Biasanya dilakukan pada penangkaran dengan model kandang berupa umbaran/ranch atau diberikan dari luar yaitu dengan pengaritan (cut and carry). Jenis pakan yang diberikan dapat berupa hijauan (beberapa jenis rumput dan beberapa jenis legum misalnya turi, lamtoro, kacang gude, daun pilang, sayuran dan lain-lain) dan pakan tambahan dapat berupa konsentrat (dedak padi, jagung giling, ampas tahu, bungkil kelapa) serta pakan yang murah misalnya limbah pertanian berupa daun dan tangkai kacang kedelai, kacang tanah, kulit jagung, dan lain-lain.

2.Cara pengelompokan rusa

Rusa perlu dikelompokkan berdasarkan status fisiologinya, misalnya kelompok rusa yang disapih, rusa bunting, melahirkan dan menyusui, rusa jantan siap kawin, rusa betina siap kawin dan sebagainya. Pengelompokkan rusa dimaksudkan untuk pengaturan pemberian pakan dan perkawinan, menjaga rusa jantan agar tidak mengganggu rusa lain, menjaga ketenangan induk melahirkan dan merawat anak dan memudahkan dalam merawat dan mengobati rusa sakit.

3.Pemeriksaan kesehatan rusa

Pemeriksaan kesehatan dilakukan rutin minimal setahun sekali terutama saat musim hujan. Menurut beberapa pengalaman, penyakit yang sering menyerang adalah pneumonia (radang paru-paru) akibat dari kandang yang becek dan basah, infeksi cacing, dan stres. Pemeriksaan kesehatan sebaiknya dilakukan oleh ahli medis.

4.Pengelolaan perkembangbiakan

Diketahui rusa Timor atau rusa tropis lainnya melakukan perkawinan secara alami hampir sepanjang tahun. Waktu yang pasti masih perlu dilakukan penelitian, akan tetapi ada yang menyebutkan biasa terjadi pada bulan Januari-Februari. Untuk mengetahui rusa siap kawin dapat dilihat dari ciri-ciri fisiologinya. Rusa jantan diperlihatkan saat ranggah (tanduk) mulai tumbuh dimana kualitas dan kuantitas sperma yang paling baik yaitu pada saat ranggah keras, selain itu adalah kebiasaan rusa berkubang, meraung-raung dan suka menanduk. Sedangkan rusa betina dilihat dari nafsu makan yang berkurang, tidak tenang, sering kencing, mencium dan menjilati kelamin jantan, vulva terlihat bengkak berwarna merah dan hangat bila dipegang serta berdiri tenang apabila dinaiki pejantan. Ketika meiihat ciri-ciri tersebut sebaiknya rusa dipisah dan dikelompokkan di tempat tersendiri. Selain secara alami, perkawinan dapat dilakukan dengan bantuan teknologi reproduksi antara lain dengan inseminasi buatan, invitro/ pembuahan di luar kelamin betina, sikronisasi dan transfer embrio.Yang perlu menjadi catatan, rusa timor juga boleh dikawin silang pada keturunan F2.

Penutup

Hal penting yang harus diperhatikan dalam menangkar rusa adalah tetap berkoordinasi dengan petugas dari BKSDA propinsi setempat, karena rusa merupakan satwa yang dilindungi. Bila penangkaran rusa telah mencapai 300 ekor dengan campuran jenis, dapat mengajukan ijin peternakan dan berkoordinasi dengan Dinas Peternakan propinsi setempat. Sumber:Duabanga,Warta Balai Penelitian Kehutanan Mataram Vol.3 No.1 Juni 2009.Penangkaran Rusa Timor (Dewi Maharani).

Jumat, 11 Februari 2011

BURUNG MALEO

Sehabis Bertelor, Maleo Betina Dewasa Pingsan


Maleo (Macrocephalon maleo), adalah satwa burung. Masuk dala
m kelas Aves subkelas Neonyrthes, ordo Gallyphormes, subordo Gally, famili Megapopidae, subfamili Crocoide, genus Macrocephalon, species Maleo. Ditemukan oleh Salmuller pada tahun 1846 di pegunungan Verbeek – Sulawesi Tengah. Dibelakang hari, ternyata burung ini endemic Pulau Sulawesi, tidak dijumpai di pulau lain se- Indonesia. Penyebarannya tidak hanya di dataran tinggi berpasir, tapi sampai ke pantai.

Endemic adalah satu pertimbangan apakah satwa perlu dilindungi atau tidak, selain populasi yang sudah langka. Berapa populasinya memang belum ada sensus. Secara kasar angkanya dapat diperoleh dari luas hutan berpasir se- Sulawesi dibagi luas kawasan TN Lore Lindu, dikali jumlah nesting ground yang terdapat dalam kawasan TN Lore Lindu, dikali lagi dengan populasi per nesting ground. Supardi dan Herman pernah mengamati populasi di nesting ground Saluki ada 180 ekor betina dewasa yang masak bertelur. Hidupnya yang monogami, maka populasi maleo dewasa ada 360 ekor. Ambil saja maleo kecil jumlahnya 240 ekor, maka populasinya ada 600 ekor. Dari angka ini kira – kira populasi maleo se- Sulawesi kurang lebih tinggal 50.000 ekor.

Behaviour juga menjadi pertimbangan apakah suatu jenis satwa patut dilindungi atau tidak. Contoh seperti badak yang memiliki pregnancy period 8 tahun sekali dengan jumlah anak hanya 1 ekor. Maleo termasuk species burrow nester, burung pembuat lubang terutama untuk memendam telurnya. Bertelur setiap 15 hari sekali tanpa dierami. Lubang pemendaman sedalam 30 - 40 cm pada suhu sekitar 330 Celcius. Telur menetas pada lama pemendaman 90 hari dengan prosentase keberhasilan 50 – 60 %. Hal ini terjadi karena induknya meninggalkan telur begitu saja. Maleo hidup monogami, berganti pasangan bila salah satunya mati. Dapat berganti pasangan, hanya dengan cara menunggu maleo kecil menjadi dewasa, tanpa merebut pasangan maleo dewasa lainnya. Behaviour seperti inilah yang menjadi pertimbangan maleo patut dilindungi.

Keberadaan predator juga menjadi pertimbangan satwa tersebut dilindungi atau tidak. Maleo dan telurnya acap menjadi buruan manusia pencari rotan. Selain itu telurnya menjadi buruan hewan predator ular atau biawak. Untuk menipu predator, maleo senantiasa membuat lubang tipuan di sekitar lubang pemendaman telurnya. Hidupnya bisa mencapai 30 tahun, namun masa produktifnya mulai 2,5 – 20 tahun.Burung ini seperti ayam, terbang meloncat hanya sekali – kali, terutama pada saat ada ancaman predator atau pada saat memadu cinta.

Maleo dewasa bobotnya bisa mencapai 2 kilogram, betinanya lebih besar dari jantan. Jantan dan betina dapat dicirikan pada ekornya. Maleo betina ekornya seperti kipas, sedangkan maleo jantan mengerucut ke bagian bawah. Telur maleo dapat mencapai panjang 11 cm dengan berat sebesar 280 gram atau 5 – 7 kali berat telur ayam ras. Telur pertama beratnya 150 – 180 gram dengan panjang sekitar 10 cm. Dengan angka seperti ini hiduplah sebuah mitos bahwa sehabis bertelur, maleo betina dewasa pingsan. *Sumber:MKI-2008.

Rabu, 15 September 2010

BADAK JAWA TERANCAM PUNAH


Salah satu mamalia besar yang paling terancan punah di dunia adalah Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus). Saat ini populasi Badak Jawa di seluruh dunia diperkirakan hanya berjumlah 40 - 60 ekor saja. Karena itu Badak Jawa masuk dalam Daftar Merah Spesies Yang Terancam Punah yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Populasi Badak Jawa pernah tersebar di seluruh wilayah Asia Tenggara, namun sekarang hanya ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon. Dalam dua dekade terakhir ini tidak ada peningkatan dalam populasi Badak Jawa, hal ini menunjukkan suatu gejala kejanggalan ekologis. Faktor-faktor yang mengancam punahnya satwa bercula satu ini antara lain adalah perambahan liar, penyebaran penyakit, persaingan tak sehat antar spesies, bencana alam, dan perubahan iklim.

Dalam upaya menyelamatkan Badak Jawa dari kepunahan, Kementerian Kehutanan telah merancang program Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Indonesia sejak tahun 2007 s/d 2017. Dalam upaya merealisasikan program ini, Kementerian Kehutanan menggalang kerjasama para pihak untuk ikut berperan serta dalam upaya penyelamatan satwa langka ini, yaitu Yayasan Badak Indonesia (YABI) dan Asia Pulp and Paper (APP) yang telah bersepakat mengadakan kerjasama untuk menyelamatkan dan melestarikan Badak Jawa.

YABI adalah satu-satunya organisasi nirlaba Indonesia yang bergerak dalam usaha melestarikan dan menyelamatkan Badak Jawa. Sedangkan APP adalah perusahaan pulp dan kertas. YABI dan APP sepakat bahwa saat ini sudah waktunya bertindak untuk melakukan kegiatan konservasi yang membawa perubahan langsung di lapangan.

Kerjasama YABI dan APP akan berfokus pada pengembangan Suaka Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon yang luasnya 76.000 ha. Pengembangan suaka ini dimaksudkan untuk melestarikan Badak Jawa, tidak hanya melalui penelitian intensif, namun juga untuk memperluas habitat dan melindungi dari gangguan satwa lain. Selain itu menjamin adanya peningkatan populasi badak yang merupakan tujuan utama program bersama ini.

Kementerian Kehutanan telah menetapkan target nasional untuk konservasi badak, yaitu peningkatan populasi sebanyak 3 % setiap tahun, dan adanya kawasan lindung sebagai habitat badak seluas 1 juta ha pada tahun 2055.(Sumber:Siaran Pers Pusinfo-kemenhut) .

Senin, 01 Februari 2010

KURA-KURA LEHER ULAR



(Chelodina mccordi)
Kura-kura leher ular adalah satwa endemik Pulau Rote yang semakin hari semakin berkurang populasinya karena permintaan pasar satwa peliharaan di Eropa, Amerika dan Jepang. Ancaman lainnya adalah semakin berkurangnya lahan basah sebagai tempat habitat Chelodina mccordi itu. Selain itu tidak adanya kawasan konservasi sebagai daerah yang dilindungi bagi habitatnya di Pulau Rote. Meskipun di Kabupaten Ndao terdapat dua kawasan konservasi yaitu Taman Buru Pulau Ndana dan Suaka Margasatwa Harlu, keduanya bukan merupakan habitat C. Mccordi.

Sampai saat ini Kura-kura leher ular Pulau Rote (Chelodina mccordi) belum memiliki status perlindungan. Menurut evaluasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Spesies, pada tahun 1996 satwa ini masuk kedalam status vulnerable, dan pada tahun 2000 statusnya dinaikkan menjadi Critically endanger/CR. Di Indonesia, LIPI mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa sejak tahun 2002 tidak merekomendasikan pemanfaatan komersial jenis ini dari alam.

Kura-kura leher ular Pulau Rote (Chelodina mccordi) termasuk filum Chordata, kelas Sauropsida, ordo Testudines, sub ordo Pleurodira, famili Chelidae, genus Chelodina, spesies Chelodina mccordi. Spesies ini memiliki bentuk yang unik : berukuran kecil, kepala menyerupai ular, dan sisi karapas yang unik melengkung ke atas. Panjang leher hampir sepanjang karapas sehingga untuk menyembunyikan kepalanya, leher harus dilipat melingkari karapas. Suku kura-kura leher ular menyebar terutama di Papua dan Australia serta pulau-pulau di sekitarnya, dan di Amerika Selatan.

Pada tahun 2009 lalu melepasliarkan 50 ekor Kura-kura Leher Ular (Chelodina mccordi) ke habitat aslinya di lahan basah Danau Peto, Dusun Peto, Desa Maubesi, Kec. Rote Tengah, Kab. Rote Ndao, Prov. Nusa Tenggara Timur yang dilakukan oleh H. M.S. Kaban (Menteri Kehutanan Kabinet Indonesia Bersatu I). Pelepasliaran ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan satwa ini dari ancaman kepunahan.

Selasa, 19 Januari 2010

HARIMAU sebagai UMBRELLA SPECIES


Indonesia memiliki 3 (tiga) anak jenis (sub species) dari delapan anak jenis harimau yang ada diseluruh dunia. Saat ini yang tersisa hanya Harimau Sumatera. Harimau Bali telah punah sejak tahun 1940-1n, disusul Harimau Jawa yang dinyatakan punah sejak tahun 1980-an. Harimau Sumatera mempunyai anak jenis yang digolongkan sebagai species terancam punah (critically endangered) oleh Lembaga Konservasi Internasional Union for Conservation of Nature/IUCN, serta termasuk dalam Appendix I Convention On International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES, artinya segala bentuk perdagangan termasuk produk turunannya dilarang oleh peraturan internasional. Harimau Sumatera diklasifikasikan sebagai jenis satwa dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar.
Harimau Sumatera mempunyai beberapa keistimewaan, yaitu merupakan:
1. Spesies dengan urutan prioritas konservasi ke lima dari sembilan jenis taksa mamalia sesuai Permenhut No. P.57/Menhut-II/2008 tentang arahan Strategi Konservasi Spesies Nasional.
2. Top predator dalam rantai makanan suatu ekosistem di Pulau Sumatera.
3. Spesies Payung (umbrella species), yang artinya jika kita melakukan konservasi terhadap harimau, maka spesies lainnyadi Pulau Sumatera juga akan terjaga kelestariannya.
4.Salah satu indikator sehat/tidaknya suatu ekosistem.

Senin, 09 November 2009

POPULASI ORANGUTAN


Indonesia memiliki dua jenis orangutan yaitu jenis Sumatera (Pongo abelii) dan jenis Kalimantan (Pongo pygmaeus). Populasi kedua jenis orangutan tersebut diperkirakan berjumlah lebih dari 61 ribu ekor, lebih dari 54 ribu ekor jenis Kalimantan dan lebih dari 6 ribu ekor jenis Sumatera.
Untuk jenis Kalimantan, Indonesia memiliki tiga sub species orangutan Kalimantan, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus di Kalimantan Barat, Pongo pygmaeus wurmbii di bagian Selatan dan Barat daya Kalimantan, dan Pongo pygmaeus morio dari Sabah menyebar ke Selatan sampai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.

Selasa, 25 Agustus 2009

POPULASI KOMODO


Kapuslit Biologi LIPI Siti N.Prijono mengatakan populasi komodo (Varanus komodoensis)di Wae Wuul tinggal 17 ekor, bukan 300 ekor. Populasi komodo di Pulau Komodo tinggal 628 ekor, Pulau Rinca 615 ekor, di P. Gili Motang dan P. Nusa Kode menurun, sementara di Pulau Padar sudah tidak ditemukan.Hasil Survey di luar kawasan TN Komodo menunjukkan penurunan populasi komodo di pantai utara dan barat Flores.

Rabu, 19 Agustus 2009

Si Aceng, Pulang Kampung Euy..!



Seekor macan tutul (Panthera pardus) bernama Aceng, yang luka parah terjerat perangkap babi hutan di hutan lindung Gunung Karang, Pandeglang, Banten. hampir 10 bulan yang lalu kini telah sembuh total. Aceng, telah kembali pulang ke habitatnya di hutan lindung Gunung Karang, Pandeglang, Banten. Kembalinya Aceng disambut masyarakat Pandeglang.

Turut mengantar dan melepas kepulangan Aceng adalah Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat, Ir. Tb. Unu Nitibaskara. Pelepasan Aceng disaksikan Bupati Dimyati Natakusumah, jajaran Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), aparat desa dan tokoh masyarakat setempat.Kembalinya Aceng yang merupakan maskot Provinsi Jawa Barat ini disambut gembira oleh masyarakat di sekitar Gunung Karang.

Satwa langka dan dilindungi ini beberapa bulan lalu tepatnya pada 28 Agustus 2008, ditemukan terjerat jebakan babi hutan yang dipasang pemburu di Gunung Karang, Pandeglang. Aceng, yang terluka parah di bagian perut selama 10 bulan dirawat di PPS Gadog, selama dirawat Aceng telah menghabiskan biaya Rp 20 juta, yaitu untuk makanannya berupa daging celeng rata-rata Rp. 2 juta perbulan.

Pada kesempatan itu Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat, Ir. Tb,Unu Nitibaskara menandatangani berita acara serah terima satwa kepada masyarakat. Dalam sambutannya Tubagus Unu Nitibaskara mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan berbagai pihak yang peduli terhadap upaya pelestarian satwa. Selanjutnya dikatakan, pengembalian satwa ke habitatnya adalah untuk melestarikan macan tutul di kawasan tersebut.*(ud-dari berbagai sumber)

Rabu, 01 Juli 2009

CURIK BALI (Leucopsar rotchildi)


Oleh: Rudi Antoro
Curik Bali? Apa pula itu!! Mungkin banyak diantara kita tidak akrab dengan kata tersebut. Tapi pasti kita mengenal Jalak Bali. Ya, jalak bali adalah burung cantik berwarna putih dengan paduan warna biru di sekeliling mata dan ujung sayapnya. Burung yang nama ilmiahnya Leucopsar rotschildi ini banyak diminati kalangan penggemar burung karena kecantikan dan kelangkaannya. Bayangkan! di pasaran gelap burung ini bisa mencapai harga Rp 40 juta, sebuah angka yang fantastis untuk seekor burung.

Karena keberadaannya yang hampir punah itulah maka jenis burung ini dilindungi undang-undang. Populasi jalak bali di habitat alaminya, yaitu Taman Nasional Bali Barat, pernah mencapai jumlah terrendah pada 2005 yaitu hanya 5 ekor saja. Untuk itu Taman Nasional Bali Barat telah melepasliarkan 56 ekor tahun 2007 dan 34 ekor jalak bali hasil penangkaran/pengembangbiakan Mei 2009, untuk memulihkan populasi jalak bali di habitat alaminya. Kegiatan penangkaran terus dilakukan juga oleh masyarakat.
Semoga upaya ini berhasil….. mari lestarikan jalak bali.

MENHUT LEPASLIARKAN CURIK BALI KE HABITAT ALAMINYA


Menteri Kehutanan HMS Kaban didampingi Dirjen PHKA Darori, melepasliarkan 34 ekor curik bali hasil penangkaran, awal Mei silam. Pelepasliaran burung yang menjadi ikon pulau dewata ini, merupakan upaya untuk mencegah kepunahan satwa endemik Bali ini. Pelepasliaran dilakukan di dua lokasi yaitu Teluk Brumbun dan Kotal/Shorea, yang masih berada di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat.

Di habitat alaminya, curik bali mengalami ancaman kepunahan, populasinya terus menurun dari tahun ke tahun. Curik bali yang dikenal juga dengan nama jalak bali (Leucopsar rotschildi) yang dilepasliarkan ini merupakan burung hasil penangkaran di Taman Safari Indonesia, Yokohama Research Center Jepang dan penangkaran di TN Bali Barat.

Pada kesempatan itu Menhut mengatakan bahwa pelepasliaran curik bali hasil penangkaran ini merupakan wujud dari rasa tanggung jawab semua komponen. Namun upaya ini belum cukup, harus diperhatikan juga bagaimana agar kita bisa mengawasi dan menjaganya. Sehingga upaya penangkaran dan pelepasliaran yang telah dilakukan tidak sia-sia. Diingatkan Menhut bahwa kita juga harus dapat mengukur sampai sejauh mana upaya pelepasliaran ini bisa dikatakan berhasil. Artinya pada tingkat populasi berapa ancaman kepunahan curik bali ini dapat diatasi.

Pada kesempatan itu pula, kepada para pengelola kawasan wisata, MS Kaban meminta agar upaya pelestarian curik bali juga bisa dikemas menjadi sesuatu yang menarik bagi wisatawan, tanpa mengganggu keberadaan burung cantik ini dihabitatnya. Di sisi lain, masyarakat sekitar pun perlu dididik bagaimana melakukan upaya konservasi melalui penangkaran dan perizinannya.

Di akhir sambutannya Menhut berharap kepada para penangkar dan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), agar apa yang telah dilakukan selama ini dalam upaya melakukan konservasi bisa diketahui oleh dunia luar, sehingga dunia akan melihat kita sebagai masyarakat yang dapat melindungi dan menjaga kepunahan satwa langka.

Lebih jauh, upaya penangkaran dan pelepasliaran ini dimaksudkan pula untuk menekan harga curik bali di pasaran gelap. Menurut seorang peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Mas Noerdjito yang turut merancang penangkaran dan pelepasliaran curik bali ketika ditemui MKI di lokasi pelepasliaran di Brumbun, mengatakan bahwa di pasaran ilegal curik bali pernah mencapai harga Rp 40 juta per ekor. Diharapkan dengan adanya curik bali hasil penangkaran, masyarakat tidak mencari lagi di pasar gelap, karena curik bali hasil penangkaran dapat diperoleh dengan harga Rp 7,5 juta per ekor di pasaran resmi dan bersertifikat.

Sementara itu ketua APCB, Tonny Sumampaw, mengatakan bahwa saat ini terdapat sekitar 200 ekor curik bali yang ditangkarkan oleh aktivis pelestari satwa langka. Namun demikian APCB akan terus memperbanyak populasi curik bali melalui penangkaran dan pelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan habitat curik bali. Masyarakat akan dilatih bagaimanan tata cara menangkar dan mengurus perizinannya.

Curik bali merupakan jenis endemik Pulau Bali dengan daerah sebaran dan populasi yang terus menyusut. Secara alami jenis ini hanya dapat dijumpai di Taman Nasional Bali Barat dan Pulau Nusa Penida.

Populasi curik bali du habitat alaminya mencapai jumlah terendah pada tahun 2005. Ketika itu populasinya hanya 5 ekor. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya degradasi habitat, menyempitnya keragaman genetik dan gangguan beberapa jenis predator. Di samping itu, faktor yang paling dominan mempengaruhi populasi curik bali adalah perburuan dan perdagangan ilegal.

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan berbagai pihak. Oleh karena itu Departemen Kehutanan bekerjasama dengan APCB telah melakukan berbagai upaya untuk memulihkan populasi curik bali di habitat alaminya, antara lain dengan meningkatkan peran masyarakat dalam konservasi curik bali melalui upaya penangkaran. Hasil penangkaran, selain digunakan untuk membanjiri pasaran dengan tujuan menjatuhkan harga pasar curik bali, juga untuk dilepasliarkan kembali demi kepentingan pemulihan populasi di habitat alaminya.

Pelepasliaran yang dilakukan kali ini bukan untuk pertama kalinya, pada Desember 2007 Menteri Kehutanan telah melepasliarkan sebanyak 56 ekor curik bali di Teluk Brumbun dan Menjangan resort. Berdasarkan hasil pemantauan, burung yang dilepasliarkan ketika itu telah berkembang biak sebanyak 9 ekor. Namun 4 ekor mati karena dimangsa predator, sedangkan sisanya kembali bebas di habitat alaminya.

Lokasi pelepasliaran di Kotal yang dilakukan kali ini letaknya berada di antara Teluk Brumbun dan Menjangan Resort. Kawasan ini mempunyai persediaan air yang cukup untuk mendukung kehidupan curik bali. Diharapkan burung yang dilepas di lokasi ini dapat berinteraksi dengan rekan-rekan mereka yang telah dilepas terlebih dahulu, sehingga secara genetik akan terjadi rangkaian populasi baru dari Teluk Brumbun hingga Menjangan Resort. (rd)

UPAYA PENYELAMATAN CURIK BALI DI TN BALI BARAT





Jalak Bali atau dikenal juga dengan sebutan Curik Bali (Leucopsar rotschildi) merupakan satwa endemik pulau bali yang dilindungi undang-undang karena populasinya sangat langka. Karena kelangkaannya itulah maka harga di pasaran satwa ilegal sangat tinggi, sehingga memacu para pemburu liar berusaha menangkap burung cantik ini dari habitatnya. Untuk itu, Balai Taman Nasional Bali Barat melakukan berbagi upaya untuk menyelamatkan populasi dan mengamankan habitat Jalak Bali.

Berbagai upaya telah dilakukan agar Jalak Bali dapat survive di habitat alaminya yang merupakan satu-satunya di dunia yakni kawasan di TN Bali Barat. Upaya yang telah dilakukan di antaranya adalah melakukan pengamanan kawasan. Pengamanan dilakukan dengan cara melakukan patroli secara rutin yang dilakukan setiap hari oleh Polhut BTNBB. Di samping itu juga dilakukan patroli gabungan yang dilaksanakan sewaktu-waktu dengan melibatkan instansi lain yang terkait seperti Polisi Air, TNI-AL, KP3 Brimob yang berada di lingkungan Gulimanuk.

Upaya lain yang dilakukan adalah monitoring terhadap keberadaan Jalak Bali. Keberadaan Jalak Bali di habitat alaminya maupun di penangkaran selalu dimonitor oleh petuga PEH secara rutin setiap harinya. Kegiatan yang dilakukan adalah: ruang edar/home range, daya dukung habitat, penyesuaian pasca pelepasliaran, serta melakukan evaluasi perkembangan populasi Jalak Bali dengan maksud untuk mengetahui apakah jumlahnya bertambah atau mengalami penurunan.

Untuk menambah populasi di habitat alaminya, dilakukan upaya pelepasliaran Jalak Bali yang berasal dari hasil penangkaran. Jalak Bali yang akan dilepasliarkan harus dari pasangan yang produktif dan telah dilatih untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Agar Jalak Bali dapat bertahan di habitatnya, BTNBB telah melakukan pembinaan habitat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas habitat sehingga dengan kondisi habitat yang baik diharapkan Jalak Bali bisa bereproduksi. Tindakan yang dilakukan dengan cara mengendalikan semak belukar yang bila dibiarkan akan mengancam hamparan savana. Kondisi hamparan savana harus tetap terbuka karena savana tersebut merupakan habitat serangga yang merupakan makanan Jalak Bali. Apabila kondisi savana baik, maka sersnggs dapat hidup semakin baik dengan jumlah yang semakin banyak

Berbagai cara lain juga dilakukan dalam rangka pembinaan habitat Jalak Bali. BTNBB melakukan penanaman jenis tanaman yang menjadi sumber pakan Jalak Bali seperti jenis intaran, pilang dan dadap. Juga dilakukan pembuatan sarang atau gowok (nest box), dengan tujuan untukmempermudah Jalak Bali berlindung dan bersarang, serta meletakkan telur-telur hingga menetas.

Dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh para petugas TNBB, gowok-gowok buatan yang telah disediakan telah terisi oleh Jalak Bali yang telah dilepasliarkan. Gowok ini sengaja disiapkan untuk membantu proses perkembangbiakan. Hal ini dikarenakan Jalak Bali tidak dapat membuat sarang sendiri, bahkan di alam burung ini sangat mengharapkan bantuan dari jenis burung pelatuk serta lubang-lubang pohon baik pohon mati atau pohon yang tumbang.

Aktifitas perkembangbiakan Jalak Bali yang menggembirakan ini juga menjadi daya tarik wisata alam yang sangat potensial di Teluk Brumbun. Para turis sengaja datang ke Teluk Brumbun untuk mengamati aktivitas Jalak Bali. Biasanya mereka datang pagi mulai pukul 06.00 hingga 07.00. Para turis tersebut menyatakan kepuasannya dapat melihat aktivitas burung cantik Jalak Bali di habitat alaminya.

Selain penangkaran yang dilakukan di dalam kawasan TNBB, juga dilakukan upaya penangkaran eksitu. Kegiatan ini dikaitkan juga dengan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan. Masyarakat juga dilibatkan dalam upaya penyelamatan Jalak Bali dengan cara memberi kesempatan melakukan penangkaran yang dikoordinasikan dengan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB). (rd- sumber: TN Bali Barat)