Senin, 01 Februari 2010

Panen raya jenis-jenis Dipterokarpa




Terjadi 5 Tahun sekali

Pembungaan dan pembuahan jenis-jenis dipterokarpa tidak berlangsung setiap tahun. Periode pembungaan umumnya antara dua sampai empat tahun sekali. Panen raya jenis-jenis dipterokarpa terakhir terjadi pada bulan Januari – Febuari 2005, jadi selama empat tahun tidak ada bunga dan buah. Panen raya dipterokarpa biasanya diawali dengan adanya musim kering yang panjang. Musim kering di Asia Tenggara dikaitkan dengan kejadian el-nino di samudra pasifik. Pada tahun 2009 ini dilaporkan kemunculan fenomena el-nino. Oleh sebab itu setelah lima tahun tidak ada bunga dan buah, pada awal tahun 2010 diramalkan akan terjadi panen raya dipterokarpa.

Panen raya buah jenis-jenis dipterokarpa merupakan fenomena penting bagi kelangsungan hidup jenis-jenis dipterokarpa yang populasinya semakin sempit. Oleh sebab itu panen raya buah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk berbagai program penanaman dipterokarpa seperti program SILIN dan program konservasi. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan berbagai institusi merencanakan untuk melaksanakan eksplorasi buah dipterokarpa saat panen raya yang diprediksi akan terjadi pada awal tahun 2010. Tujuan dari eksplorasi buah dipterokarpa adalah :

1. Konservasi jenis-jenis dipterokarpa. Dewasa ini baru sekitar 60 jenis dipterokarpa yang telah dibudidayakan, masih ada sekitar 300 jenis yang belum diketahui keberadaannya. Oleh sebab itu dalam eksplorasi buah dipterokarpa diharapkan dapat dikoleksi sebanyak-banyaknya jenis (species) dari keluarga dipterokarpa.

2. Membangun sumber benih dipterokarpa. Sumber benih yang dibangun lebh diarahkan sebagai populasi dasar (base population) untuk program pemuliaan lebih lanjut. Oleh sebab itu untuk setiap jenisnya diharapkan benih dapat dikumpulkan dari minimal 30 pohon induk yang tidak berkerabat.

3. Studi kekerabatan dan keragaman genetik jenis target dari tiga populasi. Eksplorasi buah dipterokarpa akan dilakkan secara serentak di tiga populasi alam. Studi keragaman genetik akan dilakukan pada aspek fenotipik serta aspek biologi molekulernya.

4. Pengadaan bibit jenis-jenis target. Program SILIN telah dilaksanakan disekitar 25 IUPHHK. Setiap tahunnya diperlukan kurang lebih 5 juta bibit dari jenis target dipterokarpa oleh 6 IUPHHK yang menerapkan sistim silvikultur TPTJ dengan SILIN.

Kegiatan eksplorasi benih ini direncanakan dilakukan di tiga populasi yaitu Kalteng, Kalbar dan Kaltim. Pedoman ini disusun sebagai petunjuk bagi personel pelaksana eksplorasi dalam pengumpulan benih. Pengunduhan akan dilaksanakan pada saat buah masak yang diperkirakan berlangsung pada bulan Januari – Maret 2010. (Sumber:www.dephut.go.id)

KURA-KURA LEHER ULAR



(Chelodina mccordi)
Kura-kura leher ular adalah satwa endemik Pulau Rote yang semakin hari semakin berkurang populasinya karena permintaan pasar satwa peliharaan di Eropa, Amerika dan Jepang. Ancaman lainnya adalah semakin berkurangnya lahan basah sebagai tempat habitat Chelodina mccordi itu. Selain itu tidak adanya kawasan konservasi sebagai daerah yang dilindungi bagi habitatnya di Pulau Rote. Meskipun di Kabupaten Ndao terdapat dua kawasan konservasi yaitu Taman Buru Pulau Ndana dan Suaka Margasatwa Harlu, keduanya bukan merupakan habitat C. Mccordi.

Sampai saat ini Kura-kura leher ular Pulau Rote (Chelodina mccordi) belum memiliki status perlindungan. Menurut evaluasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Spesies, pada tahun 1996 satwa ini masuk kedalam status vulnerable, dan pada tahun 2000 statusnya dinaikkan menjadi Critically endanger/CR. Di Indonesia, LIPI mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa sejak tahun 2002 tidak merekomendasikan pemanfaatan komersial jenis ini dari alam.

Kura-kura leher ular Pulau Rote (Chelodina mccordi) termasuk filum Chordata, kelas Sauropsida, ordo Testudines, sub ordo Pleurodira, famili Chelidae, genus Chelodina, spesies Chelodina mccordi. Spesies ini memiliki bentuk yang unik : berukuran kecil, kepala menyerupai ular, dan sisi karapas yang unik melengkung ke atas. Panjang leher hampir sepanjang karapas sehingga untuk menyembunyikan kepalanya, leher harus dilipat melingkari karapas. Suku kura-kura leher ular menyebar terutama di Papua dan Australia serta pulau-pulau di sekitarnya, dan di Amerika Selatan.

Pada tahun 2009 lalu melepasliarkan 50 ekor Kura-kura Leher Ular (Chelodina mccordi) ke habitat aslinya di lahan basah Danau Peto, Dusun Peto, Desa Maubesi, Kec. Rote Tengah, Kab. Rote Ndao, Prov. Nusa Tenggara Timur yang dilakukan oleh H. M.S. Kaban (Menteri Kehutanan Kabinet Indonesia Bersatu I). Pelepasliaran ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan satwa ini dari ancaman kepunahan.