Sabtu, 05 September 2009
SUKUN & SAGU
Tepung Sukun dan Sagu Bisa Tekan Lonjakan Impor Gandum
Suhendra - detikFinance
Jakarta - Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan potensi pemakaian tepung sagu dan sukun untuk mengganti kebutuhan gandum yang saat ini masih tinggi impornya sangat memungkinkan.
Jika tepung gandum dan sukun dikembangkan dengan serius maka dapat menekan impor gandum yang per tahunnya rata-rata naik 4%.
Hal ini disampaikannya dalam sambutan Penyerahan Akreditasi Lembaga Sertifikasi Profesi Kehutanan Indonesia, di Gedung Manggala Wanabakti di Jakarta, Kamis (3/9/2009).
"Keduanya bisa mensubstitusi volume impor gandum yang cenderung naik 4% setiap tahunnya,'' ucapnya.
Dikatakannya peningkatan potensi dua jenis tepung itu, juga akan mendorong pertambahan jumlah angkatan kerja di tanah air. Juga akan mendorong pertumbuhan investasi pabrik mie sukun dan mie sagu.
Saat ini, kata dia, populasi tanaman sukun mencapai 28 juta pohon, diperkirakan pada tahun 2010-2011 sudah bisa dipanen. Jika jumlah populasi tanaman sebanyak 14 juta pohon saja, maka bisa dihasilkan 1,4 juta ton tepung sukun. Sementara untuk sagu, satu pohon sagu bisa menghasilkan 250 kg tepung sagu.
Seperti diketahui impor gandum tahun 2008 yang diimpor oleh produsen terigu sebanyak 3,3 juta ton per tahun.
Dengan demikian jika asumsi peningkatan impor gandum 4% maka, tepung sukun bukan hanya bisa menekan peningkatan impor gandum namun juga bisa mensubstitusi gandum secara bertahap.(hen/dnl)(detikFinance).
Rabu, 02 September 2009
Hutan Sebagai Cadangan Pangan
Indonesia mempunyai areal sumberdaya hutan sebesar 120, 35 juta ha dengan rincian hutan konservasi 20,5 juta ha, hutan lindung 33,5 juta ha dan hutan produksi 66, 35 juta ha.
Hutan dapat menghasilkan pangan yang jumlahnya sangat besar sehingga dapat mengganti kebutuhan impor gandum, beras, gula dan bahkan dapat mengekspor pangan yang berasal dari lahan hutan.
Hutan, bukan hanya menyimpan kayu, tetapi juga menyimpan potensi non kayu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Kegiatan tersebut akan memberikan hasil yang menguntungkan. Baik dari segi ekonomis maupun dari segi ekologis tanpa mengubah fungsi hutannya. Budidaya tanaman pangan dapat dilakukan di bawah tegakan tanaman hutan pada kawasan hutan produksi. Sumber pangan nasional tidak hanya tergantung kepada lahan pertanian saja, tetapi juga dari lahan hutan
Potensi pangan dari dalam hutan ternyata dapat dihasilkan tidak saja pada awal musim tanam tumpangsari yang dikenal selama ini, yakni dua tahun tetapi dapat selama daur karena ternyata banyak tanaman pangan yang mampu hidup di bawah naungan dengan hasil yang tinggi. Disamping itu tesedia jenis-jenis pohon dan tumbuhan hutan yang mampu menghasilkan aneka ragam pangan berupa buah, daun, tepung dan lain-lain.
Usaha-usaha peningkatan ketahanan pangan nasional telah banyak dilakukan namun masalah kekurangan pangan masih merupakan masalah utama. Ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian kita yaitu: pertama banyaknya lahan yang tidak dimanfaatkan (iddle). Misalnya lahan hutan yang tersebar diseluruh tanah air yang sebenarnya dapat menghasilkan pangan yang bermutu dan bergizi serta biaya dasar yang rendah karena memanfaatkan lahan di bawah tegakan hutan dan tumpang sari. Aspek yang kedua adalah budaya mengkonsumsi pangan berupa gandum dan beras yang terlanjur menjadi ukuran prestise disebagian kalangan penduduk.
Masalah ketersediaan air bagi keperluan keluarga dan industri, meningkatnya pencemaran udara, semakin berkurangnya produk oksigen, serta semakin banyaknya produk gas rumah kaca dan lain sebagainya merupakan ancaman bagi penduduk Indonesia yang saat ini mencapai lebih dari 200 juta jiwa. Hutan apabila ditata dengan baik akan dapat diandalkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Hutan mampu menghasilkan persediaan pangan dan air nasional, selain ternyata juga dapat membantu menghindarkan kebakaran hutan, perambahan, pencurian, perusakan hutan apabila dapat memanfaatkan lahan-Iahan tersebut dengan jenis tanaman pangan campuran yang sesuai. Tanaman pangan dibawah tegakan selain menambah kesuburan tanah, juga dapat berfungsi sebagai payung terhadap erosi.
Jenis Tanaman Pangan
Selama ini beras dan gandum dianggap sebagai sumber karbohidrat yang utama, sementara beberapa jenis tanaman pangan lainnya seperti ketela pohon, ganyong, jagung, umbi-umbian hanya dianggap sebagai makanan bergizi rendah.
Beberapa jenis tanaman pangan nasional yang diprioritaskan antara lain: Ketela Pohon (Manihot utilissima POHL), Arairut, garut (Maranta arundinacea LINN), Ganyong (Lembong) (Canna edulis KER), Sukun (Artocarpus communis FORST), Ubi Jalar (Ipomoea batatas POIR), Jagung (Zea mays LINN), Kacang Tanah (Arachis hypogea LINN), Kedelai (Glycine max MERR), Talas (Colocasia esculenta SCHOTT), Ubi Gembili (Dioscorea aculcata LINN), Suweg (Amorphophallus campanulatus BL), Gadung (Dioscorea hispida POIR), Huwi Sawu (Dioscorea alata LINN), Kimpul (Hanthosoma violaceum SCHOT), Kentang (Solanum tuberosum LINN), Kentang Jawa (Klici) (Soleus tuberosum BENTH), Nenas (Ananas comosus MERR), Pisang (Musa paradisiaca LINN), Melinjo (Gnetum gnemon LINN), Nangka (Artocarpus integra MERR), Cempedak ( Artocarpus champeden SPRENG), Alpukat (Persea gratisima GAERTN), Sagu (Metroxylon sp), Rambutan (Nephelium lapnaceum), Durian (Durio zibbethinus), Cantel (Sorgum) (Syricum granum).
l. Ketela Pohon, ubi kayu (Manihot utilissima POHL)
Di Indonesia ubi kayu dijadikan makanan pokok nomor tiga setelah padi dan jagung. Potensi dan nilai ekonomi ubi kayu merupakan bahan pangan masa depan yang berdaya guna, bahan baku industri dan pakan ternak. Saat ini ubi kayu merupakan komoditas agroindustri, seperti industri tepung tapioka, industri fermentasi dan berbagai industri makanan.
2. Arairut, garut (Maranta arundinacea LINN)
Umbinya mengandung tepung pati yang sangat halus dan mudah dicerna. Umbinya dapat dipakai untuk bahan kosmetika, lem dan minuman alkohol. Umbi garut dapat dikukus dan dibuat keripik. Tanaman ini diperbanyak dengan menggunakan potongan-potongan rimpang yang bertunas atau dari pucuknya.
3.Ganyong (Lembong) (Canna edulis KER)
Tanaman ganyong berasal dari Amerika tropika, tepungnya mudah dicerna, umbi mudanya dapat dimakan sebagai sayuran. Umbinya dapat dipanen setelah tanaman berumur 6-10 bulan untuk konsumsi dengan cara direbus, sedangkan untuk menghasilkan pati pemanenan setelah tanaman berusia 15-18 bulan.
4.Ubi Jalar (Ipomoea batatas POIR),
Sebagai bahan pangan, ubi jalar merupakan sumber energi (kalori) sebesar 215 kal/ha/hari. Ubi jalar mempunyai kelebihan untuk dikembangkan, karena dapat bertahan hidup pada kondisi tanah yang kurang baik. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas ekspor non migas.
5.Sukun (Artocarpus communis FORST)
Sukun sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan ringan, mengandung karbohidrat dan gizi yang baik. Sukun dapat ditanam di segala jenis tanah. Sukun dapat diperbanyak dengan cara okulasi, tunas akar, cangkok, stek akar, dan stek batang.
6.Jagung (Zea mays LINN)
Jagung sebagai sumber karbohidrat potensial dan mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dibandingkan dengan beras dan gandum, kandungan kalium dan fospor lebih baik dibandingkan beras dan gandum. Jagung merupakan sumber bahan baku industri makanan seperti maizena dan minyak jagung, Varietas unggul jagung di Indonesia antara lain varietas arjuna BISI (BISI-1 dan BISI-2). Produk olahan jagung yang sudah dikenal masyarakat antara lain, emping jagung, brondong jagung. Di beberapa daerah (NTT), jagung merupakan makanan pokok pengganti beras.
7.kimpul (Hanthosoma violaceum SCHOT)
Tanaman kimpul hampir mirip dengan talas, tanaman ini berasal dari Amerika Tengah, di Indonesia tanaman ini tumbuh hampir di seluruh kepulauan mulai dataran rendah sampai pegunungan. Kimpul dapat diolah menjadi aneka makanan.
8.kentang (Artocarpus communis FORST)
Kentang ditanam untuk diambil umbinya dan merupakan makanan pokok di negara yang beriklim dingin. Umbi kentang dapat diolah menjadi pati atau alkohol, juga digunakan dalam industri tekstil, pengolahan wol, kain sutera, pembuatan glukosa, permen, cat , dsb.Varietas kentang yang biasa ditanam di Indonesia adalah kentang jawa, prooangan (priangan), dan tongger (tengger).
9.Huwi Sawu (Dioscorea alata LINN),
Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara, umbinya sebagai bahan baku industri pati dan alkohol.Jenis ini tumbuh di hutan-hutan, di Jawa kadang-kadang ditanam di pekarangan rumah.
10.Nenas (Ananas comosus MERR),
Permintaan pasar dalam negeri terhadap nenas cenderung meningkat, produksi dan produktifitas nenas di Indonesia masih rendah, karena bentuk kultur budidayanya masih bersifat usaha sampingan.
11.Ubi (Gembili) (Dioscorea aculcata LINN),
Umbi gembili dapat dimakan setelah direbus, umbinya sebagai bahan baku
industri pati dan alkohol.
12.Pisang (Musa paradisiaca LINN),
Produksi pisang di Indonesia cukup besar dan menjadi salah satu penghasil pisang terbesar di dunia.
Penutup
Dari lahan hutan dapat dihasilkan berbagai produksi pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dengan dikembangkannya tanaman pangan pada lahan hutan, maka diharapkan lapangan kerja di sector tanaman pangan terbuka, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani di sekitar hutan. Saya merasa yakin upaya peningkatan hasil pangan dan air dari lahan hut an dan kebun ini dapat membantu menunjang persediaan pangan dan air secara nasional sehingga tidak terjadi lagi krisis pangan seperti yang sedang kita alami pada saat ini.
Penanaman tanaman pangan di dalam hutan juga menjamin terjaganya cadangan dan sumber air bagi masyarakat karena meningkatnya kelembaban, semakin bertambahnya produksi oksigen di dalam hutan. Hutan tropis yang terjaga dengan baik ternyata dapat menghasilkan oksigen di atas 50 % dari produksi seluruh oksigen dunia. Sementara itu diketahui bahwa karena kemampuan fotosyntesisnya, hutan tropis juga mampu mengikat CO2 di atas 50% sehingga berfungsi sebagai penyelamat polusi
Sumber: Hutan Dan Kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Kantor Meneg Pangan Dan Holtikultura, Universitas Gajah Mada(1999)
Pangan Alternatif
Menteri Kehutanan MS Kaban mengatakan bahwa masyarakat Indonesia harus mengembangkan bahan pangan alternatif, masyarakat dapat menjadikan kawasan hutan rakyat dan wilayah penyangga hutan lindung untuk pengembangan tanaman pangan alternatif itu.
"Banyak bahan pangan alternatif yang dapat dikembangkan, antara lain singkong, sukun, jagung, dan sagu yang dapat dijadikan makanan pokok pengganti beras," kata Kaban seusai menjadi pembicara dalam rapat koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan di Yogyakarta, Kamis.
Ia mengatakan, sumber daya kawasan hutan dapat dimanfaatkan untuk budidaya tahanan pangan, karena wilayah hutan dan kawasan penopang di sekitar hutan masih potensial dijadikan pusat budidaya tanaman pangan.
"Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling intensif dalam mengupayakan pengembangan tanaman pangan di sekitar kawasan hutan, terutama hutan rakyat," katanya.
Menurutnya, penanaman pohon sukun sebagai tanaman yang menghasilkan bahan pangan alternatif mulai dikembangkan di pulau Jawa.
Departemen kehutanan menanam 24 juta pohon sukun di seluruh Indonesia, 60 persen pengembangan tanaman tersebut dilakukan di Pulau Jawa.
"Sukun menjadi bahan pangan alternatif penganti beras, kami mengembangkannya sejak tiga tahun lalu," katanya.
Kaban mengatakan, pengembangan tanaman singkong, jagung, sagu, ketela, dan umbi-umbian sebagai tanaman alternatif pengganti beras terus dikembangkan di seluruh Indonesia.(Sumber:Antara/FINROLL News).
"Upaya tersebut dapat mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia dalam mengonsumsi beras sebagai makanan pokok," katanya.
Pengembangan tanaman alternatif tersebut, menurutnya, sebagian besar dilakukan di areal sekitar hutan rakyat, yaitu areal lahan penduduk yang menopang keberadaan hutan lindung dan hutan rakyat.
Sumber daya hutan yang menurutnya bisa menjadi bahan pangan alternatif lainnya adalah sagu.
Menurutnya, sagu sebagai bahan pangan hasil hutan mampu menjadi cadangan pangan pada masa mendatang.
"Sagu merupakan cadangan pangan terbesar yang berada di kawasan hutan," katanya.
Daerah kawasan hutan penghasil sagu harus tetap dilestarikan, katanya, karena dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di sekitar kawasan hutan hingga 30 tahun mendatang.
Langganan:
Postingan (Atom)