Jumat, 28 Agustus 2009

PNBP Kehutanan

Total penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)dari sektor kehutanan untuk penggunaan kawasan hutan guna keperluan pertambangan yang sudah diterima mencapai Rp. 65,037 miliar, berasal dari 22 perusahaan pertambangan.Sementara sampai dengan bulan Juli 2009 mencapai Rp. 12,7 miliar.Untuk tahun 2009, target PNBP sebesar Rp. 122 miliar.(sumber:Pusinfo-dephut).

Selasa, 25 Agustus 2009

POPULASI KOMODO


Kapuslit Biologi LIPI Siti N.Prijono mengatakan populasi komodo (Varanus komodoensis)di Wae Wuul tinggal 17 ekor, bukan 300 ekor. Populasi komodo di Pulau Komodo tinggal 628 ekor, Pulau Rinca 615 ekor, di P. Gili Motang dan P. Nusa Kode menurun, sementara di Pulau Padar sudah tidak ditemukan.Hasil Survey di luar kawasan TN Komodo menunjukkan penurunan populasi komodo di pantai utara dan barat Flores.

Rabu, 19 Agustus 2009

Si Aceng, Pulang Kampung Euy..!



Seekor macan tutul (Panthera pardus) bernama Aceng, yang luka parah terjerat perangkap babi hutan di hutan lindung Gunung Karang, Pandeglang, Banten. hampir 10 bulan yang lalu kini telah sembuh total. Aceng, telah kembali pulang ke habitatnya di hutan lindung Gunung Karang, Pandeglang, Banten. Kembalinya Aceng disambut masyarakat Pandeglang.

Turut mengantar dan melepas kepulangan Aceng adalah Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat, Ir. Tb. Unu Nitibaskara. Pelepasan Aceng disaksikan Bupati Dimyati Natakusumah, jajaran Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), aparat desa dan tokoh masyarakat setempat.Kembalinya Aceng yang merupakan maskot Provinsi Jawa Barat ini disambut gembira oleh masyarakat di sekitar Gunung Karang.

Satwa langka dan dilindungi ini beberapa bulan lalu tepatnya pada 28 Agustus 2008, ditemukan terjerat jebakan babi hutan yang dipasang pemburu di Gunung Karang, Pandeglang. Aceng, yang terluka parah di bagian perut selama 10 bulan dirawat di PPS Gadog, selama dirawat Aceng telah menghabiskan biaya Rp 20 juta, yaitu untuk makanannya berupa daging celeng rata-rata Rp. 2 juta perbulan.

Pada kesempatan itu Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat, Ir. Tb,Unu Nitibaskara menandatangani berita acara serah terima satwa kepada masyarakat. Dalam sambutannya Tubagus Unu Nitibaskara mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan berbagai pihak yang peduli terhadap upaya pelestarian satwa. Selanjutnya dikatakan, pengembalian satwa ke habitatnya adalah untuk melestarikan macan tutul di kawasan tersebut.*(ud-dari berbagai sumber)

Rabu, 12 Agustus 2009

R O T A N


Rotan merupakan salah satu sumber keanekaragaman hayati Indonesia.Indonesia sebagai negara penghasil rotan terbesar di dunia, untuk itu rotan merupakan penghasil devisa yang cukup besar. Rotan-rotan tersebut tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi (90 %) sedangkan 10 % sisanya tersebar di pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya yang memiliki hutan alam.

Dari luas keseluruhan hutan tropis Indonesia (120,35 juta ha), seluas 13,2 juta ha ditumbuhi oleh tanaman rotan. Dan di hutan tersebut terdapat 8 marga rotan dengan 300 jenis, sementara yang baru dimanfaatkan sebanyak 51 jenis. Hal ini masih memberikan peluang yang besar dalam pengelolaan rotan, dan rotan perlu untuk dimanfaatkan secara optimal guna mendukung meningkatkan devisa negara serta peluang usaha yang menjanjikan bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.


PENGELOLAAN ROTAN

Rotan yang umumnya berbentuk bulat dapat diolah menjadi barang jadi maupun setengah jadi. Pengelolaan dalam industri rotan dilakukan dengan memproses rotan bulat tersebut menjadi bagian-bagian rotan seperti kulit dan hati yang masing-masing bagian tersebut kemudian diolah sesuai tujuan dan pemanfaatannya.


Rotan seel (Daemonorojo melanochaetes Bacc) yang telah dibersihkan digosok dengan serbuk gergaji atau sabut kelapa, kemudian dipotong-potong sesuai standar, dan dijemur hingga kering.

Adapun proses pengelolaan rotan meliputi hal-hal sebagai berikut :


1. Penggorengan

Tujuan dari penggorengan rotan adalah untuk menurunkan kadar air agar mudah dan cepat mengering, dan mencegah terjadinya serangan jamur pada rotan tersebut. Penggorengan tersebut dengan mempergunakan minyak solar yang dicampur dengan minyak kelapa.


2. Penggosokkan

Dilakukan penggosokan pada rotan tidak lain bertujuan untuk menghilangkan getah-getah yang masi9h menempel pada kulit rotan tersebut. Penggoisokan dengan mempergunakan kain perca, sabut kelapa atau karung goni yang dicampur dengan serbuk gergaji. Kemudian rotan dicuci dengan air bersih maka rotan akan terlihat cerah dan mengkilap.


3. Pengeringan

Pengeringan rotan dilakukan dengan cara dijemur di terik matahari, dan penjemuran ini dapat berlangsung lama 22 hari hingga 65 hari. Pengeringan akan menghasilkan rotan lebih baik dan mengkilap.


4. Pengupasan dan Pemolesan

Proses ini dilakukan pada jenis rotan yang besar dan dalam keadaan kering untuk menghasilkan rotan yang memiliki diameter secara merata dan warna pun akan lebih seragam.


5.Pembengkokan dan Pelengkungan

Pembengkokan dan pelengkungan dilakukan pada jenis rotan yang berdiameter besar dan sesuai dengan penggunaannya. Dilakkukan dengan cara melunakkannya dengan uap air panas yang disebut steaming yang mempergunakan tabung silinder, agar jaringan pada rotan menjadi lunak sehingga mudsah untuk dilengkungkan sesuai kebutuhan.


6. Pemutihan

Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan silica dan mengurangi kromofort (gugus penyebab warna) oksidasi terhadap struktur aromatic dari lignin dan karbohidrat. Pemutihan dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen.


7. Pengasapan

Dalam proses ini dilakukan pada rotan yang telah kering namun masih berkulit (alami), yaitu untuk menghasilkan warna kuning dan mengkilap pada rotan. Ini merupakan proses oksidasi rotan dengan belerang agar warna kulit pada rotan lebih putih, dan dilaksanakan di dalam rumah asap yang berbentuk kubah terbuat dari tembok dan balok kayu.


Rotan memiliki peranan penting dalam membantu masyarakat meningkatkan pendapatan. Dan pada umumnya petani atau pencari rotan dalam setiap harinya mendapat penghasilan sebesar Rp 82.500,-. Sedangkan bagi pengrajin, rotan dapat meningkatkan produk dan peralatan rumah tangga, memberikan peluang pasar yang cukup menguntungkan.

Barang-barang kerajinan dengan bahan baku rotan saat ini banyak diminati, baik dari kalangan masyarakat menengah sampai pada masyarakat kelas atas. Kini produk rotan seperti lampit, meubel, keranjang, souvenir, serta berbagai bentuk kerajinan lainnya banyak menghiasi ruang-ruang mewah perumahan elite. Kiranya hal tersebut sangat membantu para pekerja industri rotan, dalam setiap tahunnya mereka dapat menghasilkan pendapatan rata-rata 3-5 juta rupiah.

Produksi rotan akhir-akhir ini semakin meningkat oleh karena banyaknya permintaan, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Indonesia sebagai produsen utama jenis-jenis rotan, kini dapat menjadi pemasok utama bahan baku meubel berbahan dasar rotan ke luar negeri disamping produk kerajinan lainnya. Rotan Indonesia mampu bersaing di pasaran dunia.

Kamis, 06 Agustus 2009

TIPE HUTAN




Berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Nasional tahun 1996, hutan di Indonesia berada di dalam maupun di luar kawasan hutan. Komposisi hutan menurut tipe dan keberadaannya adalah sebagai berikut :

Di dalam kawasan hutan :
· Hutan dataran rendah dengan ketinggian dibawah 1000 m dpl seluas 63,76 juta ha;
· Hutan dataran tinggi dengan ketinggian antara 1000 – 2000 m dpl seluas 10,65 juta ha;
· Hutan Pegunungan dengan ketinggian diatas 2000 m dpl seluas 2,81 juta ha
· Hutan Mangrove yang didominasi Rhizophora sp, Bruquiera sp, dan Aviceneae seluas 0,002 juta ha;
· Hutan Rawa seluas 10,53 juta ha
Sumber (Informasi Umum Kehutanan - 2002)

KUDA DAN KUSIR


Sumber daya hutan digambarkan sebagai “kuda” yang mudah diperas tenaganya untuk kepentingan pembangunan dan peningkatan devisa negara. Sedangkan rimbawan digambarkan sebagai “kusir” yang memelihara dan mengendalikannya. Oleh karena itu laju kerusakan sumber daya hutan sangat tergantung pada kusirnya = Rimbawan.
Secara singkat perlu dikatakan bahwa sudah saatnya Rimbawan melakukan introspeksi atas upaya eksploitasi SDH secara berlebihan dan membiarkan “hutan bernafas” sehingga mempunyai kesempatan berkembang memperbaiki ekosistemnya. Walaupun ada pergeseran permintaan produk sumberdaya hutan, namun pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan seperti air, wisata dan lain sebagainya sampai saat ini belum maksimal. Hal tersebut antara lain disebabkan masih terfokusnya pemanfaatan hutan pada produk kayu.
Pengelolaan dan pemanfaatan multi-fungsi hutan dan kebun perlu ditingkatkan sebagai alternatif sumber devisa dan pendapatan masyarakat di dan sekitar hutan. Di samping itu memberikan kesempatan pada sumber daya hutan khususnya kayu untuk bernafas.
Seluruh Rimbawan tanpa kecuali perlu bercermin, koreksi diri, menyadari kelemahannya dan menatap masa depan melalui upaya konservasi dan rehabilitasi SDA dalam arti luas dengan melibatkan seluruh pihak terkait.
Sumber Kuda dan Kusir : Korsa Rimbawan dan Rehabilitasi Hutan (2002)